Tempat yang Sering Dikunjungi untuk Ritual di Magetan

indoarkeologi.xyz – Di balik aksara yang telah aus termakan zaman, prasasti Tegalturi di Magetan justru menarik ribuan peziarah tiap tiap tahunnya. Batu yang dikenal sebagai watu gilang ini menjadi pusat ritual dari beragam penjuru di Indonesia.
Mengutip dari beragam sumber, prasasti Tegalturi berdiri tegak di Desa Mranggen, Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan. Batu prasasti ini berukuran lebih kurang 1,5 meter.
Masyarakat setempat mengenal batu ini bersama dengan sebutan watu gilang. Keberadaannya dipercayai sebagai petilasan Kyai Tegal Turi, seorang tokoh yang dihormati dalam kebiasaan lokal.
Keyakinan ini yang lantas menarik minat para peziarah dari beragam area di Indonesia. Setiap pekan, puluhan sampai ratusan pengunjung mampir ke area ini.
Mereka melakukan beragam ritual sesuai keyakinan masing-masing. Ada yang sekadar berdoa, tersedia pula yang melakukan laku spiritual lebih intens layaknya meditasi atau semedi.
Beberapa pengunjung membawa sesaji berupa bunga, kemenyan, atau benda-benda lainnya. Fenomena menarik berlangsung tiap tiap malam 1 Suro dalam penanggalan Jawa. Ribuan peziarah memadati area prasasti untuk melakukan ritual tolak bala dan mencari berkah.
Prasasti ini termasuk menjadi target para penganut keyakinan Kejawen. Mereka sangat percaya area ini mempunyai kekuatan spiritual yang kuat.
Merasakan Getaran
Beberapa pengunjung mengaku merasakan getaran spesifik dikala berada di dekat batu prasasti. Di balik kesakralannya, prasasti Tegalturi menyimpan teka-teki sejarah.
Beberapa pakar menduga prasasti ini mempunyai kaitan bersama dengan Kerajaan Medang (Mataram Kuno) terhadap masa Dharmawangsa Teguh. Dugaan ini muncul sebab wilayah Maospati dipercayai sebagai pusat kerajaan tersebut.
Nama Maospati sendiri menarik untuk ditelusuri. Ada yang menghubungkannya bersama dengan peristiwa Mahapralaya, tragedi hancurnya istana Wotan yang menewaskan Dharmawangsa.
Area lebih kurang prasasti dibangun sedemikian rupa untuk memfasilitasi pengunjung tanpa mengakibatkan kerusakan keaslian situs. Terdapat pelataran luas yang mampu menampung ratusan orang sekaligus.
Pengunjung tidak cuma mampir dari Jawa Timur, tetapi termasuk dari Jawa Tengah, Yogyakarta, bahkan Bali dan Sumatra. Beberapa di antaranya adalah peneliti, tetapi mayoritas adalah peziarah yang mampir untuk target spiritual.