Museum Puri Gede Mengoleksi Banyak Barang Megis
indoarkeologi.xyz, Museum berfungsi sebagai tempat pengumpulan, pemeliharaan/penyelamat, dan juga Info benda-benda budaya hasil sistem kreativitas manusia. Khususnya Museum yang berstatus Museum Umum, miliki banyak variasi koleksi benda-benda budaya. Salah satu salah satu koleksi-koleksi banyak variasi itu adalah koleksi yang digolongkan kedalam benda-benda magis (gaib) yang mempunyai nilai-nilai lain diluar akal logika rasional manusia yaitu “kekuatan sakti”.
Pada biasanya di Museum, koleksi benda magis selanjutnya digolongkan klasifikasi etnografi, tetapi sanggup juga di masukkan pada type klasifikasi lain tergantung dominasi unsur yang terkandung pada benda koleksinya.
Teori Batas Akal
Eksistensi budaya magis sebagai instrument dalam kehidupan manusia dimuka bumi ini terlalu relevan dengan teori yang di temukan J.G. Frazer dan R.H.Codingtron seperti dikutip Koentjaraningrat, 1985 : 223 – 225, sebuah “teori batas akal” oleh sarjana besar J.G. Frazer dalam bukunya berjudul The Golden Bough menyatakan, manusia memecahkan soal-soal hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuanya, tetapi akal dan sistem pengetahuanya itu tersedia batasnya. Makin maju kebudayaan manusia semakin luas batas akal itu, tetapi dalam banyak kebudayaan batas akal manusia tetap sempit. Soal hidup yang tidak sanggup di pecahkan dengan pemakaian akal (rasio) dicari pemecahanya secara magis atau lewat ilmu gaib.
Magis, menurut Frazer segala perbuatan manusia (termasuk abstraksi-abstraksi berasal dari perbuatan) untuk menggapai maksud lewat kapabilitas yang tersedia pada alam, dan juga semua kompleks asumsi yang tersedia di belakangnya.
Disisi lain “kekuatan sakti” merupakan obyek kepercayaan yang dianggap tersedia dalam gejala-gejala alam, dan hal-hal yang luar biasa bersifat tokoh manusia, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda-benda, dan suara yang luar biasa. Kepercayaan itu digambarkan oleh seorang pendeta Nasrani, R.H Codrington.
Meseum Negeri Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), salahsatu Museum yang tersedia di Indonesia yang dulu penulis bertugas sejak taun 1991-1996 selanjutnya miliki ribuan koleksi berasal dari berbagai type klasifikasi, juga koleksi benda-benda magis (gaib) atau benda-benda yang miliki “kekuatan sakti” di pajang artistik penuh kesan relegi di dalam vitrin di ruangan pameran senantiasa Museum NTB.
Memang, memahami/mengkaji secara total benda magis jadi terlalu kompleks sekali. Tidak cukup hanya berpijak pada teori J.G Frazer dan H.R Codnigton di atas.Paling tidak dengan mengacu pada teori tersebut, sekurang-kurangnya sanggup mengenal sedikit tentang banyak hal-hal yang berbau magis.
Benda Magis Koleksi Museum NTB
Contoh benda-benda yang dulu penulis lihat di pajang di pameran senantiasa Museum NTB itu digolongkan dalam koleksi mistik. Terlepas perbedaan pada istilah mistik dan magis. Jelasnya ke-2 istilah itu miliki nilai relegi “kekuatan sakti” yang tersedia di belakangnya.
Ada lebih dari satu koleksi magis/mistik yang dimiliki oleh Museum NTB. yaitu diantaranya: 1) dua buah batu peramal (meramal nasib seseorang); 3) Wariga (meramal hari baik/buruk); 3) Peda lo’i (penolak roh halus); 4) Danci (mengusir roh jahat); 5) Bebadong (pertahanan kekebalan); 6) Kemalik Genter (penangkal petir); 7) Alqur’an (ajimat); 8) Fosil kayu (penolak bala) ; 9) dua buah batu berwarna putih dan coklat (sebagai batu kemerasan, dikarenakan dikehendaki tuahnya) ; 10) duwit kepeng (penolak bala) ; 11) Poh Jengik (alat memandikan ternak penolak bala).
Koleksi magis lain di Museum NTB: sepasang Danci (mengusir roh jahat) bahan: berasal dari perunggu. Danci ini berasal/di membuat di Kabupaten Bima (NTB) dipergunakan sebagai alat kesenian musik, peranan mengiringi nyanyian seorang bayi sebelum berumur 40 hari (sebelum menginjak tanah) Nyanyian itu di nyanyikan oleh pengasuh, dengan kenakan umbak siwa =, diiringi dengan mantera-mantera. Nyanyian selanjutnya dikenal sebagai lagu tertua di Bima, seperti lapepenge, arungele, dan jengele.
Keris Puri Gede Karangasem
Selain Museum sebagai tempat melestarikan banda-benda magis seperti terurai di atas, dikalangan penduduk Bali khususnya yang tetap kental mengenal hal-hal yang berbau magis tetap banyak menaruh dan mempercayai benda-benda pusaka yang miliki roh bertuah untuk target mistis, seperti halnya benda Keris.
Hasil percakapan penulis dengan Pengelingsir Puri Gede Karangasem, Bali, Anak Agung Bagus Ngurah Agung, S.H. MH sebagai pewaris tahta Puri Gede dikenal sebagai kolektor keris hasil pembelian maupun warisan jaman kerajaan dulu berasal dari leluhurnya mempercayai hal itu. Beberapa keris bertuah yang dikeramatkan disimpan disana dan sewaktu-waktu dipamerkan kepada publik.
Karena banyaknya banda magis keris tersimpan dan terpelihara di Puri Gede Karangasem sudah harusnya Puri Gede Karangasem mendirikan Museum Keris satu-satunya di Kabupaten Karangasem. Semoga!
Umumnya bentuk banda magis (gaib) terdiri berasal dari dua golongan yaitu yang bertujuan baik dan bertujuan jahat/tidak baik. Kedua ilmu itu berdampak positif dan negatif pada sipemakai.
Meminjam istilah Antropolog Prof. Dr. Koentjaraningrat, koleksi diatas di golongkan menjadi ilmu gaib produktif (beternak), ilmu gaib penolak (penolak bencana) dan ilmu gaib meramal.
Nah, dengan demikian sanggup diambil kesimpulan bahwa hasil sistem benda-benda magis atau mistik koleksi Museum Nusa Tenggara Barat itu terlalu relevan seperti yang ditemukan oleh J.G Frazer dan H.R Codnington di atas.
Benda-benda magis yang dimiliki/dipercayai mempunyai tuah oleh lebih dari satu penduduk Indonesia seperti halnya benda magis koleksi oleh Museum NTB tetap banyak digunakan oleh penduduk untuk target tertentu.
Membicarakan bentuk-bentuk kepercayaan benda-banda magis yang hidup di masyarakat, rasanya takan dulu dijawab secara tuntas apalagi berasal dari kacamata ilmiah. Tampaknya bentuk relegi itu terus hidup sejalan dengan kemajuan jaman, biarpun teknologi sudah merambah pada segala aktivitas manusia. Hanya saja relegi diletakan pada bagian tertentu. Contoh, lebih dari satu th. selanjutnya bentuk relegi santet, kepercayaan penduduk Jawa dulu diangkat kepermukaan lewat tempat jaman cetak. Ada yang mengusulkan masuk dalam KUHP