Prasasti Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno Batu Minto

indoarkeologi.xyz – Batu Minto (Minto Stone) merupakan sebuah prasasti abad ke-10 yang terdapat di halaman rumah seorang bangsawan Inggris di perbatasan Skotlandia dan Inggris, Keluarga Minto. Batu yang disebut Prasasti Sangguran di Indonesia ini merupakan peninggalan bersejarah Kerajaan Mataram Kuno yang sudah dua abad jauh dari daerah asalnya di Malang, Jawa Timur.
Mengutip dari beraneka sumber, terhadap permukaan Batu Minto terdapat ukiran terkait sejarah kerajaan hingga kutukan. Selama 210 tahun, Batu Minto sudah dipindah dari Malang ke perbatasan Skotlandia dan Inggris.
Batu setinggi dua meter itu bertarikh 928 M atau 850 Saka. Ukiran-ukiran terhadap prasasti ini tercantum di dalam aksara Jawa Kuno.
Konon, proses pindahan batu ini melibatkan empat nama, yaitu Lord Minto, Thomas Stamford Raffles, Colin Mackenzie, dan Tumenggung Suradimanggala. Berupaya menginvasi Jawa dan juga menguasai kekayaan alam dan jalan perdagangan, Lord Minto pun mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai gubernur di Jawa terhadap 1812.
Dengan kepercayaan bahwa mempelajari jaman lantas Jawa dapat mengajarkan sejarah terhadap masyarakat lokal, Raffles pun terasa menyatukan artefak, menjarah manuskrip Jawa dari Kesultanan Yogyakarta, hingga mengirim dua prasasti penting ke luar negeri. Ia lantas mengirim keliru satu orang kepercayaan ya ke Jawa Timur, Mayor Jenderal Colin Mackenzie.
Mackenzie lantas menemukan sebuah batu prasasti besar di kaki Gunung Arjuno-Welirang. Atas restu Bupati Malang pas itu, Tumenggung Suradimanggala, batu itu pun diangkat dan dipindahkan terhadap 1813.
Maksud pindahan ini adalah sebagai hadiah istimewa bagi Lord Minto. Raffles berasumsi bahwa Lord Minto sudah berperan penting pas Indonesia jatuh ke tangan Inggris. Hadiah ini menyusul pengangkatan Raffles menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda oleh Lord Minto.
Prasasti Sangguran tak dikirim sendiri. Prasasti ini dibawa bersama prasasti lainnya yaitu Prasasti Pucangan.
Prasasti Sangguran di tempatkan oleh Lord Minto di halaman rumahnya di kawasan Roxburghshire sebelum saat pensiun dan kembali ke kediaman keluarganya di Skotlandia. Sementara Prasasti Pucangan dikirim ke Kalkuta di India dan kini menjadi koleksi Museum India.
Kisah Kerajaan Mataram Kuno
Salah satu torehan terhadap batu selanjutnya berisi sejarah terkait Kerajaan Mataram Kuno. Ada pula sejarah terkait pergeseran pusat kerajaan dari Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur oleh raja besar Mpu Sindok.
Dengan demikian, Batu Minto memang merupakan peningalan bersejarah Kerajaan Mataram Kuno.
Batu Minto berisi ukiran yang berisi kutukan bagi siapa pun yang memindahkannya. Sederet peringatan tercantum terhadap batu selanjutnya yang berbunyi, “Potong hidungnya, belah kepalanya, sobek perutnya, cabut ususnya, makan dagingnya, minum darahnya, dan habisi dia tanpa ampun”.
Sebenarnya, postingan semacam ini umum ditulis terhadap prasasti abad ke-10. Tujuannya, sebagai perlindungan untuk sebuah lokasi maupun benda suci.
Ukiran kutukan terhadap Batu Minto tak lepas dari mengisi yang terdapat terhadap Prasasti Sangguran. Pasalnya, prasasti ini juga berisi penetapan Desa Sangguran sebagai sima atau tanah perdikan yang dilarang dipindahkan.
Kutukan ini dapat saja disebut sebagai keliru satu unsur budaya. Namun lebih dari itu, ini merupakan bagian dari proses hukum dan kekuasaan spiritual jaman itu.
Beberapa nama yang terlibat di dalam pindahan prasasti ini diketahui mengalami perihal tragis. Colin Mackenzie meninggal di dalam perjalanan.
Thomas Stamford Raffles kehilangan istrinya yang masih amat muda dan empat anaknya. Ia juga meninggal dunia terhadap usia 45 tahun karena stroke.
Tak berhenti di situ, kutukan juga masih mengincar Raffles sesudah dimakamkan. Makamnya yang berada di St. Mary’s Church, Hendon, London, sempat tak ditemukan sepanjang bertahun-tahun. Penyebabnya adalah renovasi dan bencana kebakaran gereja. Di segi negara lain, Tumenggung Suradimanggala juga dilaporkan meninggal dunia tak lama sesudah kejadian.
Prasasti ini juga mencatat makanan lokal yang masih dikenal hingga pas ini, yaitu rujak dan dodol. Menu makanan ini disajikan sebagai keliru satu jamuan di dalam sebuah pesta besar.
Pemulangan Prasasti Sangguran
Setelah lebih dari dua abad jauh dari tanah asalnya, prasasti ini masih belum juga kembali. Namun, memang konsep pemulangan prasasti ini sudah bergulir sepanjang lebih dari dua dekade sejak 2004.
Prasasti Sangguran memiliki nilai sejarah, budaya, dan spiritual bagi masyarakat Jawa. Seperti prasasti-prasasti terhadap kebanyakan di Malang, Batu Minto juga menjadi keliru satu prasasti yang dihormati.
Masyarakat adat Ngadat di kurang lebih Batu, Malang, sering menggelar upacara penghormatan setiap Agustus. Ini merupakan wujud penghargaan terhadap prasasti yang dianggap memiliki kemampuan sakral.
Prasasti Sangguran juga menjadi keliru satu prasasti yang diadatkan lewat upacara penghormatan tersebut. Meski dipisahkan jarak, masyarakat adat Ngadat masih merawat pertalian spiritual bersama prasasti ini.
Dalam pelaksanaannya, warga bakal mempunyai sesajen sambil membaca doa-doa untuk leluhur dan mengemukakan harapan agar batu warisan selanjutnya dapat kembali. Bagi mereka, Prasasti Sangguran merupakan artefak sejarah sekaligus bagian dari identitas dan keseimbangan spiritual desa.
Saat ini, Prasasti Sangguran di halaman rumah bangsawan Inggris dimiliki oleh pewaris gelar Earl of Minto, Timothy Elliot-Murray-Kynynmound. Meski sudah dua abad berada di halamannya, ia bakal bersama bahagia hati menyambut pindahan Batu Minto ke tanah asalnya di Malang, Jawa Timur.
Pada 2006, delegasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di London berkunjung ke lokasi Batu Minto. Awal tahun ini, Pemerintah Indonesia juga terasa mengupayakan pemulangan Prasasti Sangguran ini.