Penjelasan Balai Arkeologi Soal Temuan Saluran Air

indoarkeologi.xyz – Balai Arkeologi Provinsi Jawa Barat tunjukkan bahwa penemuan saluran air di kawasan Stasiun Bogor merupakan bangunan peninggalan zaman Belanda.
Kepala Balai Arkeologi Provinsi Jabar, Deni Sutrisna mengatakan, saluran air yang membentuk setengah lingkaran dari lapisan batu bata merah tersebut diperkirakan dibangun sebelum Stasiun Bogor berdiri.
“Karena ini kan infrastruktur yang tak terlepas dari pada bangunan pokoknya, itu telah mengerti ya Stasiun Bogor telah ada sejak th. 1881,” ujar Deni usai meninjau wilayah penemuan bangunan zaman Belanda di Jalan MA Salmun, Kota Bogor, Kamis (14/10/2021).
Menurutnya, saluran air yang terbentang di bawah Jalan Nyi Raja Permas sampai MA Salmun ini dulunya berfungsi sebagai pembuangan air di seputar kawasan Stasiun Bogor dan Taman Wilhelmina.
“Taman Topi yang saat ini dibongkar dulunya Taman Wilhelmina, area terbuka yang didalam catatan sejarah sebagai area peristirahatan ekspatriat orang-orang Eropa saat datang ke Bogor,” ujarnya.
Dari hasil pengamatan di lapangan, saluran air setinggi 3 mtr. itu membentang dari arah Timur, Barat dan Selatan, sesudah itu menyatu di satu titik.
Selanjutnya, saluran air itu mengarah ke sebuah bangunan bersifat kotak bersama kedalaman diperkirakan meraih 2,5 mtr. dan lebar 6 meter. Bangunan itu disinyalisasi adalah kolam retensi.
“Informasi dari petugas PUPR, (saluran air) dari titik temu itu mengarah ke kolam retensi. ada bekas gardu stasiun kereta, itu dulunya bekas kolam retensi,” terangnya.
Fungsi Kolam Retensi
Menurutnya, kolam retensi saat itu dikira berfungsi untuk memfilter air limbah tempat tinggal tangga dan aktivitas lainnya sebelum dibuang ke Sungai Cipakancilan.
“Betapa hebatnya pernah orang Belanda, mereka telah berpikir bahwa kotoran limbah itu sebelum masuk ke sungai kudu didalam keadaan bersih airnya,” kata dia.
Deni menerangkan, sebelum mendirikan layanan publik layaknya stasiun maupun taman, orang Belanda selamanya menyimak efek lingkungan di era mendatang. Karena itu, mereka lebih pernah membangun saluran air dan kolam filter yang berfungsi untuk menghindar banjir, juga terjadinya pencemaran air.
“Orang belanda telah membayangkan ke depan. Ini terbukti di sebagian stasiun kereta api yang kita temukan layaknya di Sumatera juga demikian, oleh Belanda dibangun saluran air mumpuni untuk menghindar banjir dan lainnya,” kata dia.
Namun sayangnya, di didalam saluran air ini sebagian besar telah tertutup sedimentasi. Begitu pula kolam retensi yang berada dekat bersama depo Stasiun Bogor telah tertutup oleh pondasi bangunan ruko.
“Kami dapat menyusun laporan pernah bersama tim dari Unpak dan anjuran Bappeda serta PUPR. Intinya perihal temuan ini jangan sampai barang siapa stakeholder yang miliki kepentingan ke depan kudu menyimak bersama peninggalan sejarah. Jangan sampai niatnya menghendaki mempercantik kota tapi mengabaikan sejarah,” pungkasnya.