Pengambilan Paksa Benda-Benda Pusaka
indoarkeologi.xyz – VOC Belanda mengfungsikan taktik cerdik mengakhiri perlawanan Raja Mataram Sultan Amangkurat III dan mengambil benda-benda pusaka. Saat itu memang terjadi perlawanan ke VOC Belanda, yang dikerjakan Sunan Amangkurat III dan koalisi keturunan Untung Surapati, sehabis meninggal.
Di segi lain Sunan Amangkurat III termasuk sedang bermusuhan dengan Sunan Pakubuwana I dari Kartasura. Hal ini menjadikan Amangkurat III, termasuk menjadi buruan dari Kartasura mendapat perlindungan sari pasukan VOC, Sampang, dan Surabaya.
Sisa pasukan Untung Surapati di bawah panji Pasuruhan dipimpin oleh Adipati Suradilaga, yang termasuk keliru satu putra Untung Surapati, tetap mendukung Sultan Amangkurat III berperang melawan Suman Pakubuwana, yang tetap merupakan saudara sendiri.
“Pemberian perlindungan ini menyebabkan pasukan Pasuruhan sepeninggal Untung Surapati kudu diburu empat pasukan sekaligus,” demikianlah dikutip dari buku “Untung Surapati : Melawan VOC Sampai Mati” tulisan Sri Wintala Achmad.
Desakan serangan ini menjadikan pasukan dari Sunan Amangkurat III melarikan diri sampai ke Malang. Ia melarikan diri dengan tiga orang putra Untung Surapati yaitu Adipati Suradilaga, Raden Tirtanata, dan Raden Surapati.
Di Malang, kemudian kembali mereka mendapat serangan dari Pangeran Purbaya, yang udah dinobatkan sebagai adipati di Blitar. Pangeran Purbaya pergi ke Malang, untuk berhasrat menangkap Sunan Amangkurat III dan berharap kembali pusaka Kartasura dari mantan raja Kartasura itu. Di Malang inilah pertempuran antara pasukan Kartasura dengan pasuruan Pasuruhan terjadi.
Kemudian kubu Pasuruhan kalah perang yang menyebabkan Ngabehi Lor, Ngabehi Kidul, Bunjaladriya, Bunjalapinatya, Bunjalalodra, Demang Lempung, Arya Jayaningrat, Ranggajaladri, Lembugadrug, Lembugiye, Lembuwanasrengga, dan Ki Lembupothapathi tewas ditembak peluru musuh. Mendengar pasukan dan panglima perangnya banyak yang tewas di medan perang, tiga putra Untung Surapati selanjutnya melarikan diri dan mundur dari medan perang.
Tak berselang lama, Sunan Amangkurat III yang mendengar tiga anak Untung Surapati kalah perang dan memasuki hutan, menjadikan Amangkurat III beserta pasukannya mengungsi ke puncak Bukit Dungul. Konon mengungsinya Amangkurat III dan pasukannya ini dikisahkan terhadap Babad Tanah Jawa.
Kekalahan para putra Untung Surapati dari pasukan Kartasura sewaktu perang di Malang berikut dapat dimaknai bahwa Amangkurat III, tidak punyai kemampuan lagi. Pasukan Pasuruhan yang dikehendaki dapat melindunginya dari serangan Kartasura, benar – benar udah hancur. Alhasil ia pun berharap kepada pengikutnya untuk takluk dan menyerah ke Kartasura dan VOC.
Amangkurat III pun mengirimkan surat kepada VOC atas pernyataan menyerahnya kepada VOC. Ia pun terima balasan dari VOC, tapi VOC mengecoh Amangkurat III dengan terlebih dahulu menjanjikan sebagai raja di Kartasura. Tak lama kemudian datanglah Adipati Blitar, utusan Sunan Pakubuwana di Bukit Dungul.
Kepada Amangkurat III, Pangeran Purbaya ini berharap semua pusaka Kasunanan Kartasura berbentuk busana Kiai Gondil, keris Kiai Balabar, bende Kiai Becak, dan lainnya. Tetapi oleh Amangkurat III tidak diberikan. Ia hanya berjanji nilai akan mengembalikan pusaka – pusaka itu, kecuali ia kembali ke Kartasura, maka akan diserahkan ke Sunan Pakubuwana.
Usai bersua dengan Adipati Blitar, Amangkurat III kemudian menghadap pimpinan VOC di Surabaya. Di Surabaya ternyata ia baru paham bahwa ditipu oleh VOC, ia tidak dihadapkan ke pimpinan di Semarang dan dijanjikan menjadi raja lagi, melainkan ditangkap dan dibawa ke penjara di Batavia.
Setelah itu Amangkurat III menggunakan kala di penjara Batavia, sebelum saat selanjutnya dibawa ke Srilanka. Tak hanya Sunan Amangkurat III saja yang diangkut Belanda, semua pusaka Kasunanan Kartasura, pun turut ‘diambil’ VOC ke Srilanka. Sunan Amangkurat III pun selanjutnya menggunakan kala hidupnya di Srilanka, sampai meninggal terhadap 1734 Masehi.
Di segi lain para keturunan Untung Surapati melarikan diri ke hutan belantara jauhi buruan pasukan lawan. Hal ini berarti bahwa kekuasaan Untung Surapati dan putra – putranya di Pasuruhan pun berakhir tragis.