Monumen Historis Tertua tentang Kota Jakarta

Monumen Historis Tertua tentang Kota Jakarta

Monumen
Monumen Historis Tertua tentang Kota Jakarta

indoarkeologi.xyz – Pada awal penemuannya tahun 1878, Prasasti Tugu dijadikan tontonan dan lebih-lebih dikeramatkan.

Prasasti Tugu ditemukan di kampung Batutumbuh, desa Tugu—dulu masuk Bekasi—sekarang menjadi wilayah kelurahan Tugu selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara.

Prasasti Tugu merupakan prasasti terpanjang yang dikeluarkan oleh Purnawarman penguasa Kerajaan Tarumanegara, memuat keterangan tentang penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnnawarman pada tahun ke-22 jaman pemerintahannya.

Penggalian sungai selanjutnya merupakan gagasan untuk hindari bencana alam berwujud banjir yang sering berjalan pada jaman pemerintahan Purnnawarman dan kekeringan yang berjalan pada musim kemarau.

Pada tahun 1911, prasasti ini dipindahkan ke Museum Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen kini Museum Nasional.

Pada tahun 1973, diselenggarakan penggalian arkeologi di wilayah penemuan Prasasti Tugu. Dalam penggalian selanjutnya ditemukan sejumlah pecahan gerabah berasal dari berbagai jenis, pola hias, dan ukuran yang membawa persamaan dengan gerabah Kompleks Buni.

Pada Prasasti Tugu ini terkandung pahatan hiasan tongkat yang ujungnya disempurnakan semacam trisula. Gambar tongkat selanjutnya dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai batas pemisah pada awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.

Mengutip Ensklopedia Jakarta (Eni Setiati Dkk, 2009), Ahli Filologi Prof Ng Poerbatjaraka menguraikan, kata Candrabhaga dalam Prasasti Tugu menjadi dua kata, yaitu Candra dan Bhaga. Kata Chandra dalam bahasa sangsekerta adalah sama dengan kata “sasi” dalam bahasa Jawa Kuno.

Candrabhaga persis dengan kata “Sasibhaga”, yang diterjemahkan secara terbalik menjadi “Bhagasi”, dan lama kelamaan mengalami pergantian penulisan dan sebutan.

Beberapa arsip abad ke-19 sampai awal 20, menerapkan kata “Backassie”, “Backasie”, “Bakassie”, “Bekassie, “Bekassi”, dan paling akhir “Bekasi”.

Tulisan pada prasasti ini berjumlah 5 baris, beraksara Pallawa, berbahasa Sansekerta, berwujud sloka dengan metrum anustubh. Meskipun tidak tercantum angka tahun, bentuk huruf Pallawa pada Prasasti Tugu tunjukkan bahwa diperkirakan berasal berasal dari pertengahan abad V. Bentuk huruf ini sama dengan yang terkandung pada Prasasti Cidanghiang.

pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau

pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana

prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih

ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka

pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina

“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memilki lengan kencang serta kuat yaitu Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, sesudah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 berasal dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan gara-gara kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) beliau pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, sesudah kali (saluran sungai) selanjutnya mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paro terang bulan Caitra,jadi cuma berjalan 21 hari lamanya, sedang saluran galian selanjutnya panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dikerjakan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”

Created By indonesia arkeologi | Creative By indoarkeologi
indoPusaka