Momen Benda Pusaka Kiai Bicak Bantu Mataram
indoarkeologi.xyz – KERAJAAN MATARAM dan Pajang konon berperang di kawasan sekitar Candi Prambanan. Mataram dipimpin oleh Panembahan Senopati, sedangkan pasukan Pajang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya langsung. Pajang mengerahkan pasukan gabungan, juga pasukan dari Tuban dan Banten, yang jumlah melebihi dari jumlah pasukan Mataram.
Konon sebelum pengumpulan pasukan itu, sidang agung digelar di Istana Pajang. Persidangan agung di Istana Pajang disodorkan oleh para menantu raja, didalam perihal ini Tumenggung Tuban dan Tumenggung Demak untuk memutuskan apakah Pajang perlu langsung menyerbu Mataram.
Meskipun tahu akan jatuhnya Pajang nanti, Sultan Hadiwijaya tidak mampu bertahan pada desakan itu, dan memerintahkan langsung mengangkat senjata. Para tumenggung tunjukkan bersedia, asalkan sultan turut serta, walaupun berada di belakang barisan.
Sebagaimana dikutip dari “Awal Kebangkitan Mataram : Masa Pemerintahan Senapati” dari H.J. De Graaf”, keputusan pun akhirnya diambil, Sultan Pajang yang mulanya melunak dengan Mataram, akhirnya beralih dan menggaungkan peperangan. Sikap Sultan Pajang beralih gara-gara desakan dari dua menantunya, untuk menyerang Mataram.
Sultan Pajang juga memerintahkan para bupati di tempat perbatasan untuk dikumpulkan. Pengumpulan itu menolong suplai pasukan dan logistik melawan Mataram. Tak kurang 10.000 orang prajurit Pajang dipersiapkan, Pangeran Benawa naik kuda di belakang ayahnya yang duduk di atas gajah. Di Prambanan mereka berhenti dan memperkuat pertahanan dengan meriam.
Kiai Adipati Mandaraka atau Ki Juru Martani, penasehat politik Senopati, yang lihat potensi terjadinya pertempuran besar, mendesak Senopati sehingga pergi ke Gua Langse atau Gua Roro Kidul. Sementara ia sendiri akan pergi ke Gunung Merapi untuk memohon bantuan. Setelah lagi dari Gua Langse, Senapati mengumpulkan 1.000 orang prajurit, 300 di antaranya di meletakkan di sebelah selatan Prambanan.
Mereka mendapat perintah, begitu terdengar suara letusan keluar dari Gunung Merapi, perlu langsung memukul canang benda pusaka Kiai Bicak dan berteriak-teriak, sebagai panglima di lapangan diangkat Tumenggung Mayang.
Pertempuran terjadi di dua tempat, pasukan Mataram pura-pura melarikan, tetapi orang – orang Pajang yang mengejarnya tiba-tiba diserang oleh pasukan Mataram dari dua arah dan diceraiberaikan. Gelap malam menghentikan pertempuran itu, ke-2 kubu lagi ke kubu pertahanan masing-masing.
Malam itu Gunung Merapi meletus di tengah-tengah kegelapan, hujan lebat, hujan debu, gempa bumi, banjir, dan gejala alam lain yang menyeramkan. Orang Mataram memukul canang Ki Bicak. Banjir menggenangi kubu Pajang, yang memaksa mereka melarikan diri didalam kebingungan, Sultan Pajang pun terseret didalam kekacauan itu.
Orang – orang Pajang, yang senang takhayul, tetapi mereka telah banyak kehilangan stimulus gara-gara terpukul di medan perang. Apalagi sesudah lihat alam mengamuk, kehilangan mirip sekali sisa stimulus juangnya dan lari tunggang langgang. Pasukan melimpah Kerajaan Pajang itu akhirnya kalah.