Tradisi Jamasan Pusaka pada Bulan Sura

Tradisi Jamasan Pusaka pada Bulan Sura

Tradisi
Tradisi Jamasan Pusaka pada Bulan Sura

indoarkeologi.xyz – Benda-benda pusaka merupakan peninggalan leluhur. Agar tidak korosi, bulan Sura layaknya kala ini banyak yang lakukan prosesi jamasan pusaka. Satu di antaranya adalah Kandjeng Raden Mas Panji (KRMP) Edwin Putrakusuma.

Pemerhati benda pusaka yang sekaligus Sentana Dharah Dalem Karaton Surakarta Hadiningrat itu menjelaskan, kerajaan yang tersedia di pulau Jawa khususnya Mataram Islam beserta pecahan kerajaan itu secara turun-temurun lakukan normalitas menjamas pusaka pada bulan Sura atau Muharram.

Diketahui, pecahan Mataram Islam yakni Karaton Surakarta Hadiningrat, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Pura Mangkunagaran Surakarta Hadiningrat, dan Pura Paku Alaman Ngayogyakarta Hadiningrat.

“Orang-orang yang mengoleksi dan memiliki warisan pusaka, khususnya para keturunan kerajaan islam di Jawa, termasuk lakukan prosesi penjamasan pusaka,” kata Edwin kepada Liputan6.com, Selasa (15/9/2020).

Menurut Edwin, utamanya prosesi jamasan pusaka dilaksanakan pada malam 1 Sura. Karena tersedia pandemi, kerajaan pecahan Mataram Islam lakukan pada bulan Sura.

Dia bilang, sistem yang paling perlu dalam jamasan pusaka adalah selamanya lestarinya budaya warisan leluhur dan hilangnya korosi yang terkandung pada bilah pusaka, serta sehingga nampak bersih dan indah kembali.

“Jamasan pusaka yang terutama kami dalam keadaan suci, karena dalam membersihkan pusaka, tentu saja berkomunikasi bersama dengan Sang Hyang Tunggal,” katanya.

“Berkomunikasi berkenaan rasa syukur kami udah diberikan peluang untuk memelihara pusaka leluhur kita,” Edwin menjelaskan.

Bahan dan Cara Menjamas Pusaka

Menurut Edwin, tersedia dua bahan yang diperlukan menjamas pusaka, yakni bahan pokok yang terdiri dari air kelapa muda, jeruk nipis, warangan, dan minyak pusaka. Kemudian bahan pendamping yang terdiri dari sesaji, dupa berserta kemenyan.

“Fungsi bahan pendamping itu sebagai wewangian kala lakukan jamasan pusaka,” kata Sentana Dharah Dalem Paku Buwono IV itu.

Edwin mengungkapkan, cara yang dilaksanakan untuk menjamas pusaka meliputi dua hal, yakni pemutihan dan pewarangan.

Dia menerangkan, pemutihan adalah sistem jadikan putih lagi pusaka melalui fasilitas air kelapa muda dan jeruk nipis. Pusaka yang bakal dijamas mesti di lepaskan dulu dari warangka, deder, dan mendaknya, sehingga tersisa bilah pusaka. Kemudian, dimasukkan ke dalam air kelapa muda yang udah diberikan wadah untuk menjamas pusaka tersebut.

“Bilah pusaka didiamkan paling tidak 7 hari. Dalam sistem 7 hari ini korosi yang terkandung pada bilah pusaka bakal melunak dan luntur,” katanya.

Setelah hari ke 7, kemudian pemutihan pakai fasilitas jeruk nipis. Pusaka yang udah direndam bersama dengan air kelapa muda, kemudian digosok bersama dengan jeruk nipis sehingga korosi pada pusaka berikut dapat amat hilang, selanjutnya dikeringkan.

Pemberian Racun

Menginjak pada sistem yang kedua sehabis pemutihan, yakni pewarangan pusaka. Pewarangan pusaka ini adalah pemberian racun pada bilah pusaka bersama dengan pakai bahan warang dari arsenik.

Dia menjelaskan, bahan warang dibubukkan dan dicampur bersama dengan perasan jeruk nipis yang udah diendapkan. Pusaka kemudian direndam pada cairan warangan sampai pamor dalam pusaka lagi terlihat sehabis dari sistem pemutihan di awal. Setelah dirasa pamor udah kuat dan indah kembali, bilah pusaka dapat disatukan bersama dengan mendak, deder, dan ditutup bersama dengan warangkanya kembali, serta disimpan pada tempat pusaka.

“Sebelumnya dapat pula diberikan minyak pusaka bersama dengan aroma melati atau cendana. Hal ini untuk memperminim sistem korosi pada bilah pusaka berikut dan pusaka yang kami memiliki beraroma harum tentunya,” katanya.

Lebih lanjut, Edwin termasuk mengungkapkan, dalam memelihara pusaka mesti diketahui banyak hal tersembunyi di dalamnya. Yakni berkenaan betapa hebatnya para empu pembuat pusaka yang dapat menciptakan mahakarya yang kuat dan hebat bersama dengan izin-Nya.

“Pusaka sejenis keris, tombak, dan lain sebagainya, peninggalan leluhur yang dijadikan senjata perang di masanya,” ucap Edwin di sela-sela menjamas pusaka di kediaman tempat tinggal istrinya, R Ngt Widyasintha di Jepon, Blora.

Created By indonesia arkeologi | Creative By indoarkeologi
indoPusaka