Keris Puputan Klungkung Kembali ke Indonesia

Keris Puputan Klungkung Kembali ke Indonesia

Keris Puputan
Keris Puputan Klungkung Kembali ke Indonesia

indoarkeologi.xyz, Keris Puputan – Pusaka yang menyimpan cerita kelam di balik pembantaian oleh Belanda di Puri Smarapura kini sudah pulang ke tanah air setelah menggunakan 115 tahun di dalam keterasingan. Sebuah keris pusaka yang menjadi saksi bisu tragedi tersebut mempunyai peristiwa panjang yang kini terungkap setelah meniti serangkaian penelitian.

Bagian hulu atau gagangnya yang berlapis emas bersama taburan permata menarik perhatian, kala ukiran yang menghiasi melukiskan sosok Batara Bayu atau Dewa Bayu, sang penguasa angin penangkal kejahatan. Bilah bergelombangnya yang terbuat berasal dari nikel dan warangka berbahan kayu berlapis ukiran keemasan mengimbuhkan ciri khas yang mengidentifikasi keris ini sebagai pusaka asal Klungkung, Bali.

Laporan provenance research bersama judul “Kris buitgemaakt bij Klungkung” (keris yang disita di Klungkung) menjadi kunci perlu di dalam memverifikasi keaslian dan asal-usul keris pusaka tersebut. Diterbitkan oleh Comissie Koloniale Collecties bersama no advies I-2023-2, laporan ini memperkuat status artefak tersebut sebagai bagian berasal dari repatriasi peristiwa berasal dari Belanda ke Indonesia.

Keris pusaka Klungkung menjadi salah satu berasal dari 472 objek bersejarah yang mengalami serah menerima formal di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda, pada 10 Juli 2023. Inisiatif ini merupakan cara konkret untuk mengembalikan kepingan peristiwa yang lama terpendam dan mengimbuhkan penghormatan kepada pusaka-pusaka yang menjadi saksi bisu peristiwa bersejarah di Indonesia.

Repatriasi, Wujud Penghormatan pada Warisan Budaya Indonesia

Keris pusaka Klungkung, saksi bisu tragedi Puputan Klungkung, mengalami perjalanan panjang setelah dibawa ke Belanda tujuh bulan setelah peristiwa tersebut, pada medio November 1908. Tiba di Belanda pada awal 1909, keris tersebut menjadi bagian berasal dari koleksi etnografi KMA atau akademi militer Belanda di Breda. Selama bertahun-tahun, keris pusaka ini tetap berada di tanah Belanda, terlebih di Nationaal Museum van Wereldculturen sejak tahun 1956 dan disimpan di Museum Volkenkunde, Leiden, bersama no registrasi RV-3600-193.

Pada tahun 2023, sebuah cara peristiwa berlangsung dikala keris pusaka Klungkung bersama bersama lebih berasal dari 400 artefak Indonesia lainnya direpatriasi berasal dari Belanda. Setelah berabad-abad meninggalkan tanah airnya, keris tersebut kelanjutannya lagi ke Indonesia, menyusul usaha dan kerja sama pada pihak Indonesia dan Belanda. Proses repatriasi ini menjadi peristiwa perlu yang menandai pengembalian kepingan peristiwa yang berharga, mengimbuhkan penghormatan kepada warisan budaya yang selama ini terpisah berasal dari akarnya.

Pengembalian ini meyakinkan komitmen untuk mengembalikan artefak peristiwa ke tempat asalnya, membangkitkan kebanggaan nasional, dan merayakan keberagaman budaya yang menjadi identitas bangsa.

Siapa pemimpin Puputan Klungkung?

Ida Dewa Agung Jambe adalah Raja Klungkung yang menjadi penerus Dinasti Gelgel. Agung Jambe gugur kala perang puputan melawan Belanda pada 28 April 1908.

Kapan Kerajaan Klungkung runtuh?

Kerajaan Klungkung berakhir bersama perang Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai kerajaan terakhir di Bali yang jalankan perlawanan bersama cara puputan di dalam menjaga eksistensinya sebagai kerajaan yang merdeka pada meluasnya praktek politik kolonial Belanda di Nusantara.

Kapan lagi tahun Klungkung?

Alm. Ida Dewa Agung Jambe gugur kala perang puputan melawan Belanda pada 28 April 1908. Peristiwa itu dikenal sebagai Hari Puputan Klungkung dan menjadi Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Semarapura.

Kapan terjadinya perang Puputan Klungkung?

Perang Puputan Klungkung (21 April 1908), di mulai oleh peristiwa Perang Gelgel yang meletus tanggal 18 April 1908.

Pura apa saja yang ada di Klungkung?

Pura Sad Khayangan merupakan enam pura utama di Bali (Pura Besakih, Pura Lempuyang, Pura Goa Lawah, Pura Batukaru, Pura Uluwatu, dan Pura Pusering Jagat). Pura Goa Lawah Pura Sthana Dewa Maheswara tersebut sesungguhnya tetap ramai dikunjungi oleh umat.

Created By indonesia arkeologi | Creative By indoarkeologi
indoPusaka