Pusaka Untuk Pertahanan Diri Sikep

Pusaka Untuk Pertahanan Diri Sikep

Pusaka Untuk Pertahanan Diri Sikep

Pusaka
Pusaka Untuk Pertahanan Diri Sikep

indoarkeologi.xyz, Pernah memandang maling kelas teri, andaikan ngutil sandal japit, maling helm, atau penjambret yang tertangkap selanjutnya digebugi massa hingga babak belur dan berdarah-darah bahkan hingga tewas? Ada satu fenomena yang bisa saja dulu kamu lihat. Maling berikut tampaknya seperti tak menjadi kesakitan bahkan mengeluh pun tidak. Padahal yang menggebugi hingga tangannya kesakitan dan malah terluka akibat memukul sang maling tersebut.Jika sudah demikianlah umumnya tersedia seseorang yang mencurigai bahwa maling berikut mempunyai ‘sikep’ orang Jawa biasa menyebutnya jugasebagai ‘cekelan’ untuk dukungan diri.Sang Maling pun selanjutnya dilucuti celananya ( bukan bajunya ), digeladah saku, dompet, dan sabuknya. Kadang bakal ditemukan sebuah bungkusan kecil terbuat berasal dari kain ( putih ) dan memuat benda-benda ( maaf tidak saya sebutkan ) yang dianggapnya oleh sang pemilik sebagai ‘sikep atau cekelan’.

Dalam kearifan lokal pada kepercayaan tradisional Jawa, tersedia dua macam sikep. Pertama, sikep untuk menghindar atau membentengi diri berasal dari serangan kapabilitas gaib yang diakui bakal mengganggunya. Sikep ini umumnya diambil berasal dari ‘ragawi’ keluarga terutama ibu sang pemilik selanjutnya dicampur bersama dengan benda-benda tertentu, dibungkus kain putih, dan diberi mantra atau doa. Sikep ini disebut kanoman.

Ke dua, sikep untuk menghindar diri agar perbuatannya tidak diketahui oleh orang lain dan terkecuali diketahui tidak bakal mencelakakan dirinya. Bahan sikep ini umumnya diambil berasal dari area tertentu yang dianggapnya keramat, andaikan kuburan. Disimpan di dalam bungkusan kain putih dan ditiup bersama dengan mantra atau doa. Dimasukkan ke dompet dan tidak boleh terkena air kotor ( air kecil dan air mandi ). Sikep ini disebut sikep kajiman.

Sikep kajiman ini bakal mengikat kita di dalam suasana tertentu di mana kadang sangat sukar dilepas samasekali menjelang kematian. Sehingga untuk melapangkan jalan menuju kematian harusdibantu dengansarana tertentu, misalnya: mengusapkan daun kelor atau merang bengawan ( jerami padi bengawan ). Perlu penelitian dan pengamatan lebih lanjut apa hubungannya daun kelor dan kapabilitas sikep.

Ada juga yang berpendapat bahwa sikep bermakna mirip bersama dengan jimat. Walau jimat sebetulnya lebih bermakna benda yang dikeramat oleh seseorang ( khusus ) bukan kelompok. Jadi jimat seseorang belum tentu jimat bagi orang lain. Misalnya cincin batu akik atau watu aji dan keris kecil. Namun tersedia juga sikep yang berupa sebuah tulisan ( ayat? ) di dalam bahasa dan/ atau huruf Arab dan Jawa.

Benarkah sikep ini sangat ampuh sebagai dukungan diri berasal dari kelakuan jahat? Sebenarnya ini masalah kepercayaan diri dan sugesti saja. Walaupun tak dipungkiri bahwa tersedia kapabilitas lain di luar diri kita tapi bukan yang adi kodrati dan juga bekerja di dalam diri kita atas permintaan kita sendiri. Sikep ini sebetulnya lumayan ampuh, tapi bukan bermakna tak tersedia titik kelemahannya, membentengi kita berasal dari kelakuan yang mampu melukai raga kita.

Seperti maling yang tertangkap tadi, begitu menjadi sikepnya sudah diambil maka rasa kepercayaan diri bakal kekuatannya atau dukungan yang ia rasakan menyusut maka ia menjadi kesakitan sesudah digebugi secara beramai-ramai.

Bagaimana orang lain mengetahui bahwa maling tersebutmempunyai sikep? Pelempar batu pertama tetap orang yang bersalah. Maka sudah tentu orang yang pertama kali berani mengatakan pastilah dia pemakai sikep! Boleh menjadi ia sebetulnya juga maling atau penjahat yang mendapat saingan!

Itu tentang sikep maling. Mungkinkah tersedia berasal dari golongan berpendidikan dan sejahtera secara ekonomi memakai sikep? Budaya yang merupakan kearifan lokal ini masih banyak digunakan oleh masyarakat kita tanpa mengenal strata dan kelas. Walaupun mereka tidak lakukan secara tetap terang, tapi lewat perantara. Bahkan sikep yang mereka minta bukan cuma satu, mampu dua atau tiga. Satu dibawa, yang lain di letakkan di mobil, rumah, dan bahkan ruang kerjanya. Mereka yang kerap memakai sikep umumnya pengusaha, birokrat atau pejabat, dan politisi.

Created By indonesia arkeologi | Creative By indoarkeologi
indoPusaka