Prasasti Kerajaan Sriwijaya yang Isinya Penuh Kutukan

Prasasti Kerajaan Sriwijaya yang Isinya Penuh Kutukan

Prasasti
Prasasti Kerajaan Sriwijaya yang Isinya Penuh Kutukan

indoarkeologi.xyz – Siapa bilang zaman dahulu belum tersedia kata-kata sumpah serapah?. Faktanya, Kerajaan Sriwijaya menuliskan lebih dari satu prasastinya bersama kata-kata sumpah serapah. Prasasti ini disebut sebagai Prasasti Kutukan.

Dalam sebuah kerajaan, orang yang berhak menuliskan prasasti adalah seorang raja. Prasasti tidak melulu berisi pengakuan atas kebesaran raja, pembukaan wilayah baru, atau pun perihal yang sifatnya keagamaan, tapi termasuk sumpah serapah atau kutukan.

Akan tetapi, Prasasti Kutukan tidak dibikin sembarangan. Biasanya dibikin supaya rakyat tunduk terhadap kekuasaan raja.

Berikut lebih dari satu Prasasti Kutukan Kerajaan Sriwijaya.

1. Prasasti Palas Pasemah

Prasasti ini bentuknya 1/2 bulat lonjong dan tidak berisi penanggalan. Namun berdasarkan paleografi, prasasti ini berasal dari abad 7 Masehi.

Ahli epigrafi Indonesia, Boechari, di dalam buku Sejarah Nasional Indonesia 2 menjelaskan, prasasti ini berisi kutukan Raja Sriwijaya terhadap mereka yang tidak taat terhadap raja.

“….Ada orang di seluruh kekuasaan yang tunduk terhadap kerajaan yang memberontak, berkomplot, tidak tunduk setia kepadaku, orang-orang berikut dapat terbunuh oleh (kutukan)….”

Prasasti ini ditemukan di tepi sungai (Way) Pisang anak sungai Sekapung, Lampung Selatan. Isi prasasti mengindikasikan memperingati ditaklukkannya tempat Lampung Selatan oleh Sriwijaya.

Kutukan yang tersedia di dalam prasasti ini bertujuan kepada tempat Bhumi Jawa (Pulau Jawa), Lampung Selatan, dan tempat lainnya yang berani memberontak kepada Sriwijaya.

2. Prasasti Kota Kapur

Sama seperti Prasasti Palas Pasemah, Prasasti Kota Kapur berisi kutukan kepada mereka yang berbuat jahat, tidak tunduk dan tidak setia kepada raja. Dalam prasasti berangka tahun 608 S atau 28 April 686 M ini disebutkan, mereka yang tidak tunduk dapat celaka.

“….Bila di di dalam Kadatuan (kerajaan Sriwijaya) ini dapat tersedia yang memberontak, [….] yang bersekongkol bersama para pemberontak, yang bicara bersama para pemberontak, tidak berperilaku hormat, tidak tunduk, …. Biar orang-orang yang seperti itu mati kena kutuk….”

Selain kutukan bagi yang tidak tunduk, di dalam prasasti ini termasuk disebutkan usaha Sriwijaya untuk menaklukan Bhumi Jawa yang tidak tunduk terhadap Sriwijaya.

Prasasti ini mungkin dibawa dari luar pulau, dikarenakan type batunya tidak serupa dari yang tersedia di wilayah tempat ditemukannya di dekat Sungai Menduk, Pulau Bangka anggota Barat.

3. Prasasti Telaga Batu

Prasasti yang ditemukan sekitar 1935 ini berisi kutukan raja terhadap orang-orang yang tidak setia kepadanya. Berdasarkan terjemahan dari G Coedes terdapat kata-kata yang menyebutkan

“…. (menyebutkan struktur pemerintahan di kerajaan Sriwijaya) kamu seluruh dapat mati oleh kutukan ini. Jika kamu tidak setia kepadaku….”

Angka penanggalan prasasti ini pun tetap diperdebatkan. Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia 2, peneliti dari Belanda FM Schnitger mengatakan, prasasti itu berasal dari sekitar abad 9 atau 10 Masehi. Adapun filolog asal Belanda Johannes Gijsbertus de Casparis menyebut berasal dari abad 7 M.

Dengan tinggi 118 cm dan lebar 148 cm, terhadap anggota atas prasasti ini terdapat hiasan berwujud tujuh kepala ular kobra, tetapi terhadap anggota tengah terdapat semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan air pembasuh.

Bentuk prasasti ini mampu dibilang yang paling artistik dibanding prasasti dari kerajaan Sriwijaya lainnya.

4. Prasasti Karang Berahi

Prasasti yang ditemukan sekitar tahun 1904 oleh seorang Belanda,LM Berkhout, ini berisikan kutukan bagi mereka (rakyat) yang melakukan tindakan jahat dan tidak setia terhadap raja.

Sayang tak tersedia penanggalan angka dan tahun hingga merepotkan mengetahui kapan prasasti ini dibuat.

Prasasti ini ditemukan di sekitar Sungai Merangin, cabang Sungai Batang Hari di Jambi Hulu.

Selain tak berisi penanggalan seperti di dalam Prasasti Kota Kapur, kata-kata 1-4 dari prasasti ini memanfaatkan dialek yang tidak serupa bersama kata-kata selanjutnya. Hal ini merepotkan para pakar epigrafi, arkeolog, hingga sejarawan untuk mendeskripsikan isi prasasti ini.

Pernyataan Kekuasaan Sriwijaya

Para pakar peristiwa mengenai Indonesia seperti NJ Krom menyatakan, prasasti-prasasti yang berisi kutukan dianggap sebagai pengakuan kekuasaan Sriwijaya.

Adapun Casparis menyebutkan, kutukan atau ancaman yang terdapat di dalam prasasti bertujuan kepada musuh-musuh di negeri Sriwijaya.

Kerajaan Sriwijaya di Palembang, Sumatera Selatan, disebut sebagai kerajaan tertua di Sumatera. Ini dibuktikan bersama catatan seorang pendeta dari China bernama I-Tsing dan penemuan prasasti-prasasti berlatar abad tertua sekitar 7 Masehi.

I-Tsing di dalam catatan perjalanannya menuliskan keadaan Sriwijaya sepanjang 6 bulan dia tinggal di kerajaan tersebut, sekitar 671 M.

Dalam prasasti tertua Sriwijaya termasuk menyatakan bahwa kerajaan ini udah tersedia sekitar abad 7 M. Banyak pakar epigrafi yang mencoba mendeskripsikan isi prasasti tertua, yang memanfaatkan huruf Pallawa berbahasa Melayu kuno ini.

Meski tak mampu dibaca semua, tapi menurut arkeolog yang termasuk sejarawan, G. Coedes, prasasti tertua Sriwijaya ini berisi mengenai perjalanan Dapunta Hyang yang jalankan sidhayarta (perjalanan suci) dan menaklukan tempat lain.

Created By indonesia arkeologi | Creative By indoarkeologi
indoPusaka