Repatriasi Prasasti Pucangan Dinilai Bagian Upaya Penanaman

indoarkeologi.xyz – Mengedepankan nilai-nilai kebangsaan dalam proses pembangunan terlampau penting. Repatriasi Prasasti Pucangan, yang mengandung nilai-nilai kebangsaan terhadap jaman Raja Airlangga, merupakan anggota upaya negara untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada setiap anak bangsa.
“Repatriasi Prasasti Pucangan selain didorong gara-gara nilai historisitasnya, juga merupakan bukti sudah diterapkannya nilai-nilai kebangsaan di jaman itu. Apresiasi yang tinggi kepada Pemerintah dan semua pihak yang terlibat dalam percepatan proses repatriasi Prasasti Pucangan ke tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat terhubung diskusi daring bertema Repatriasi Prasasti Pucangan dari India yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama DPP Partai NasDem Bidang Pendidikan dan Kebudayaan dan Bidang Hubungan Sayap dan Badan, Rabu (14/9/2022).
Diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, Irwansyah itu dihadiri Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan, Anggota Komisi X DPR RI Ratih Megasari Singkarru, Duta Besar RI untuk Republik India Y.M Ina Hagningtyas Krisnamurthi, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek Hilmar Farid, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Badri Munir Sukoco, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Agus Aris Munandar dan Ketua Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia Ninny Susanti Tejowasono sebagai narasumber.
Menurut Lestari, Prasasti Pucangan mengungkap pentingnya nilai persatuan yang lahir dari hubungan sosial yang seirama yang dipraktikkan terhadap pemerintahan Raja Airlangga, walaupun petaka seperti perang, bencana dan persaingan kekuasaan antarkerajaan tak dapat dihindari.
“Lewat Prasasti Pucangan kami dapat menyadari bahwa keragaman Indonesia hari ini bukan proses sesaat,” ucap Rerie, sapaan akrab Lestari dalam keterangannya.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menilai keterhubungan emosi dan ideologi suatu bangsa menjadi penentu pelestarian setiap benda bersejarah yang dimiliki.
“Tanpa keterkaitan emosi dan ideologi, sejarah bersama segala kekayaannya hanya akan menjadi catatan jaman lantas tanpa implikasi bermakna dalam perjalanan suatu bangsa,” tegas Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu.
Sementara itu Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan berpendapat, repatriasi Prasasti Pucangan dari India merupakan anggota dari upaya pembentukan identitas kesejarahan Indonesia.
Apalagi, ujar Farhan, terhadap Peraturan Pemerintah nomor 87 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, terhadap Pasal 55 sudah mengamanatkan bahwa penyelamatan objek pemajuan budaya dilaksanakan bersama langkah revitalisasi, repatriasi dan restorasi.
“Jadi sebenarnya tersedia kewajiban negara yang diamanatkan oleh Pasal 55 di PP Nomor 87 Tahun 2021 terkait repatriasi benda-benda bersejarah,” tegas Farhan.
Proses repatriasi Prasasti Pucangan, ujar Farhan, dapat dijadikan anggota dari trik diplomasi budaya pada Indonesia dan India.
Menurut Farhan, pemerintah Indonesia dapat menawarkan tindakan resiprokal kepada Pemerintah India, terkait repatriasi Prasasti Pucangan ke Indonesia. Farhan mengusulkan, pada Indonesia-India dibangun kerja sama wisata religi agama Hindu bersama tujuan candi-candi Hindu di Indonesia.
Bagian dari Jati Diri Bangsa
Sedangkan Anggota Komisi X DPR RI, Ratih Megasari Singkarru berpendapat, Prasasti Pucangan merupakan anggota dari jati diri bangsa Indonesia. Diakuinya, upaya pemulangan ulang Prasasti Pucangan yang sudah berlangsung 3 tahun terakhir, saat ini sudah menunjukkan titik terang.
Ratih mengapresiasi respons Pemerintah Indonesia yang cepat dan serius dalam proses repatriasi Prasasti Pucangan ini.
“Karena nilai-nilai yang terdapat terhadap Prasasti Pucangan dapat menjadi sumber ilmu dalam proses edukasi bagi setiap anak bangsa,” ujar dia.
Adapun Duta Besar RI untuk Republik India, Y.M Ina Hagningtyas Krisnamurthi mengungkapkan, pihaknya sudah mencari keberadaan Prasasti Pucangan yang di India yang dikenal sebagai Calcuta Stone.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), ujar Ina, sukses menemukan catatan pengiriman barang oleh pihak-pihak terkait seperti badan arkeologi dan pengelola museum, dalam proses pencarian prasasti tersebut.
“Dalam proses diplomasi, diplomasi budaya adalah anggota penting untuk membangun rasa saling yakin antarnegara. Karena itu, Ina sependapat bersama usulan Farhan untuk membangun kerja sama wisata religi agama Hindu bersama India, terkait proses repatriasi,” tegas Ina.
Lewat kerja sama itu, menyadari Ina, sekaligus dapat membangun keterhubungan ke dua negara yang berkelanjutan. “Dalam proses repatriasi, kami perlu menjaga momentum melalui membina komunikasi terus menerus dalam bentuk apa pun,” ujar dia.
Selain itu, Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Hilmar Farid juga mengungkapkan, saat ini Prasasti Pucangan berada di Indian Museum di Calcuta, India. Menurutnya, obrolan terkait proses repatriasi baru terhadap step untuk melaksanakan penelitian bersama pada Indonesia dan India untuk meyakinkan keaslian dan asal-usul prasasti tersebut.
“Hasil penelitian berikut akan menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya dalam upaya memulangkan Prasasti Pucangan ke Tanah Air,” menyadari Hilmar.
Untuk mempercepat proses pemulangan prasasti itu, Hilmar mengusulkan, untuk mempercepat pengiriman para pakar dalam rangka persiapan penelitian bersama itu.
Bertuliskan Jawa Kuno
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Badri Munir Sukoco berpendapat untuk melaksanakan transformasi suatu bangsa dapat dilaksanakan melalui penetapan tujuan bernegara yang dimengerti setiap warga negara.
Badri mengungkap cerita sukses Tiongkok yang saat ini menjadi keliru satu penguasa ekonomi dunia, melalui penanaman tujuan negara kepada setiap warganya sejak usia dini.
“Dalam menyebabkan tujuan bernegara itu, dapat didasari atas kisah sejarah jaman lantas di mana kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu menjadi bangsa yang unggul di kawasan,” menyadari Badri.
Ketua Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia, Ninny Susanti Tejowasono mengungkapkan, Prasasti Pucangan yang terdiri dari dua anggota itu memaparkan perjalanan sejarah Raja Airlangga dan orang-orang di sekitarnya dan ditulis dalam bhs Sansekerta dan Jawa Kuno.
Sejak 2003, ungkap Ninny, pihaknya sudah menjadikan Prasasti Pucangan sebagai anggota kajian terkait sepak terjang Raja Airlangga. Menurut Ninny, terhadap anggota prasasti yang bertuliskan bhs Jawa Kuno sudah mengalami kerusakan yang memadai parah.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar mengungkap bahwa Prasasti Pucangan adalah sebuah prasasti yang dikeluarkan oleh Sri Maharaja atau raja sejajar bersama titah dewa-dewa, agar prasasti itu diakui keramat.
Kekuatan Raja Airlangga di jaman lalu, tegas Agus, turut menjaga keutuhan kerajaan-kerajaan di Nusantara dari serbuan pihak luar, pascajatuhnya Kerajaan Sriwijaya.
Di akhir diskusi, jurnalis senior Saur Hutabarat menilai Prasasti Pucangan merupakan benda bersejarah yang terlampau penting untuk langsung dibawa ulang ke Indonesia.
Raja Airlangga, ujar Saur, sudah menerapkan prinsip-prinsip toleransi bersama berkembangnya agama Hindu dan Budha di jaman kepemimpinannya. Namun saat ini, di negeri ini masih saja berlangsung praktek intoleransi di sejumlah daerah. Karena itu, tegasnya, terlampau penting Prasasti Pucangan untuk dapat langsung ulang ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Saur menyarankan tim pakar Indonesia-India perlu langsung dibentuk agar dapat melaksanakan penelitian. Sedangkan untuk upaya diplomasi dalam proses repatriasi, Saur mendorong, agar diangkat ke tingkat politik yang lebih tinggi setingkat pimpinan negara.