Temani Pangeran Diponegoro Sampai Akhir Hayat

Temani Pangeran Diponegoro Sampai Akhir Hayat

Temani
Temani Pangeran Diponegoro Sampai Akhir Hayat

indoarkeologi.xyz, Temani Pangeran – BELANDA selanjutnya berhasil menangkap Pangeran Diponegoro sesudah sekian lama lakukan perburuan. Perang Jawa jadi catatan panjang yang memicu kas Belanda terkuras hadapi Pangeran Diponegoro dan pasukannya. Semasa ditangkap dan diasingkan, Pangeran Diponegoro konon tak pernah terlepas dari keris pribadinya Kiai Ageng Bondoyudo.

Ketika ditangkap itulah Pangeran Diponegoro diberikan pengawalan ketat ditunaikan ke pangeran kala ditangkap di Pulau Jawa, sebelum diasingkan. Konon sang pangeran udah pasrah dan mengetahui ia dapat diasingkan.

Bahkan nana Ambon yang sempat muncul di dalam penuturan bersama seorang kolonel Belanda cobalah ditanyakan Pangeran Diponegoro ke pengawalnya. Konon pas pada 5 April 1830, rombongan pangeran yang terdiri dari 19 orang itu masuk Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.

Sang pangeran sebagaimana dicatatkan pada buku “Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 – 1855” postingan Peter Carey sempat meminum sebotol air zamzam dari Mekkah, yang diberikan kepadanya di Magelang oleh seorang haji yang baru pulang dari tanah suci Mekkah. Air zamzam ini juga untuk obat sang pangeran yang memang mengidamkan diberi kesempatan untuk pergi ke Tanah Suci Mekkah lebih-lebih dahulu.

Dari Semarang, Pangeran Diponegoro dibawa ke Batavia dan ditahan di area tahanan polisi di area bawah di mana Kiai Mojo dan rombongannya tak lama pada mulanya juga ditahan disitu selama satu tahun.

Dari sana sang pangeran kemudian dibawa ke Manado bersama kondisi yang memburuk. Tampak pemimpin Perang Jawa ini tulang pipinya agak cekung, akibat serangan malaria yang tetap ia derita dan konsisten begitu selama perjalanannya ke Manado.

Sementara Johannes Van bersama Bosch yang berada di Bogor, tengah berdiskusi bersama sebagian orang berdasarkan laporan pribadi berkenaan Pangeran Diponegoro yang diberikan pengawal. Dari sana hukuman apa yang pantas diberikan ke sang pangeran disusun.

Keputusan akhir seluruh usulan untuk mengizinkan pangeran tetap berada di Pulau Jawa ditolak, sang pangeran diganti bersama hukuman pengasingan seumur hidup. Hal ini disebut demi “kedamaian” Pulau Jawa Diponegoro mesti diperlakukan sebagai tahanan negara.

Pada selanjutnya Sang Pangeran Diponegoro sangat diasingkan bersama dikirim memakai kapal ke Manado. Setidaknya ada 50 serdadu yang ditugaskan mengawal Pangeran Diponegoro di dalam pelayaran bersama kapal ke Manado. Begitu juga ketika tiba nanti di target residen mesti sedia kan pasukan di dalam kuantitas yang cukup, untuk meyakinkan pangeran tidak dapat kabur.

Karena statusnya sebagai tahanan negara, standing kebangsawanannya dan tingkat pelanggarannya sang pangeran diberikan uang sebanyak 600 gulden. Uang itu digunakan sebagai tunjangan bulanan sebagaimana yang di terima Sultan Hamengkubuwana II kala diasingkan di Ambon pada tahun 1817 – 1825.

Putra-putri pangeran tak ada yang turut sang pangeran, mereka diizinkan untuk kembali hidup di Tegalrejo oleh Van den Bosch bersama catatan tidak membahayakan Tanah Jawa. Para keluarga cuma diberikan draf dokumen untuk pembagian keris dan tombak pusaka Pangeran Diponegoro, yang diasingkan di Makassar.

Kapten Roeps jadi pengawal Belanda yang ditugaskan sesuaikan warisan pembagian keris dan tombak pusaka Pangeran Diponegoro untuk membagikan kepada para bagian keluarga sang pangeran.

Konon dari sejumlah keris dan pusaka sang pangeran cuma keris pribadi Diponegoro, Kiai Ageng Bondoyudo yang tetap berada di tangan sang pangeran hingga akhir hayat. Menurut saksi dari keluarga Pangeran Diponegoro di Makassar, keris itu turut dikuburkan bersama pangeran di pemakaman Kampung Melayu.

Created By indonesia arkeologi | Creative By indoarkeologi
indoPusaka