Reog Ponorogo, Murni Kekuatan Ilmu Kanuragan

Reog Ponorogo, Murni Kekuatan Ilmu Kanuragan

Reog Ponorogo
Reog Ponorogo, Murni Kekuatan Ilmu Kanuragan

indoarkeologi.xyz – Reog jadi tidak benar satu ikon budaya yang dimiliki Indonesia. Tarian reog tidak hanya dikenal di kampung halamannya yakni Ponorogo, Jawa Timur, tetapi telah kesohor hingga mancanegara. Bahkan, kurang lengkap rasanya, kecuali wisatawan asing berlibur ke Indonesia belum melihat secara segera atraksi reog ini.

Tarian reog tidak hanya ada di Kabupaten Ponorogo, tetapi di Kota Surabaya. Di sana malah ada yang namanya ‘Kampung Reog’. Kampung khusus para pekerja seni reog itu berlokasi di kawasan Kertajaya V, Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng. Di sana, berkumpul warga yang terus menerus melestarikan reog warisan leluhur. Salah satunya adalah Sugiyanto.

Sugiyanto mengaku kecuali dirinya telah mengenal reog sejak masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar. Saat itu, orangtuanya yang memang pemain reog telah mengajarinya sejak kecil. Reog menurutnya tidak mengandung unsur mistis, melainkan murni perpaduan seni gerak tari dan pengetahuan kanuragan.

“Kalau ada pemainnya yang kesurupan itu tari jaran kepang, kecuali reog tidak ada yang kesurupan. Dulu orang ikut reog susah dikarenakan banyak orangtuanya yang melarang, dikarenakan risau ada setannya. Setelah kita jelaskan hanya tarian dan kanuragan, tidak ada mistis selanjutnya para orangtua membolehkan anaknya ikut reog,” kata Sugiyanto kepada Okezone, belum lama ini.

Reog yang ada di Surabaya maupun Ponorogo memang tidak jauh berbeda. Hanya saja, reog di Surabaya telah dikreasi dari masuknya tari remo dan breakdance. Sedangkan reog di Ponorogo, masih senantiasa mempertahankan pakem aslinya.

Sebelum tampil sebagai penari reog, Sugiyanto mengaku menggelar ritual khusus. Ritual itu dikerjakan untuk keselamatan bersama, baik bagi para pemain maupun penonton, dan si pengundang atau orang yang mempunyai hajat. Namun, dalam menggelar ritual, dirinya senantiasa berpegang pada syariat agama Islam.

“Kampung reog pernah banyak penari reog dari Ponorogo. Dengan perkembangan zaman, dikarenakan melacak pekerjaan sulit, selanjutnya banyak yang ikut transmigrasi untuk beroleh pekerjaan,” ucap Sugiyanto yang juga Ketua Paguyuban Reog Singo Mangku Joyo ini.

Sugiyanto dengan tegas menyatakan bahwa dirinya telah mengikis hal-hal yang berbau mistis dalam tarian reog. Reog bagi beberapa orang, begitu disakralkan apalagi hingga hingga dimandikan layaknya benda-benda pusaka di Tanah Jawa.

Jika lupa dimandikan lanjut Sugiyanto, maka hal itu akan berdampak buruk layaknya apabila ada bagian keluarga yang kesurupan atau kerasukan. Oleh karenanya, ia lebih menentukan menetralkan reognya lebih pernah untuk menahan hal-hal negatif yang terjadi.

“Kita netralkan, tetapi beberapa memang ada yang khusus. Kalau sepenuhnya dikhususkan, kecuali kurang hati-hati anak akan kesurupan dan saya tidak mampu mengobati. Lebih baik netral saja biar aman,” kata dia.

Ia menyebutkan bahwa tiap tiap malam satu suro (1 Muharram) di Ponorogo digelar Festival Tari Reog. Dulu Sugiyanto dengan paguyuban reog-nya pernah memenangkan persaingan itu. Namun, waktu ini dia tidak mampu ikut lantaran terhalang persoalan biaya. Sebab, dana yang dikeluarkan juga tidak sedikit, yakni raih Rp200 juta.

Mahalnya biaya reog kata dia memadai beralasan. Sebab lanjut Sugiyanto, tarian reog lengkap beranggota 70 orang. Kemudian belum ulang kecuali reognya rusak, itu biayanya satu bulu merak harganya Rp10 ribu. Satu reog ada 1.500 bulu merak.

“Sukanya jadi penari reog mampu menghibur orang dan melestarikan kesenian yang adiluhung (bernilai tinggi). Sementara dukanya kecuali rusak susah melacak anggaran. Tapi sekarang alhamdulillah ada perhatian dari pemerintah. Dalam artian kecuali ada aktivitas kita diundang. Sekarang reog saya jadi binaan PLN,” ucapnya.

Sementara itu, tidak benar seorang warga Surabaya, Mohammad Faizal mengaku sangat bahagia acapkali melihat pertunjukan reog. Sebab, menurutnya, reog adalah kesenian yang mengandalkan kekuatan fisik yang diasah lewat latihan pengetahuan kanuragan.

“Senang saya melihat tarian reog, tetapi memang jarang. Paling kecuali ada waktu saya pergi ke Ponorogo waktu malam 1 Suro untuk menyaksikan festival di sana,” kata Faizal.

Terpisah, Ketua PCNU Surabaya, H Muhibbin Zuhri, menyatakan tarian reog sebagai kesenian murni boleh-boleh saja. Asal tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat Islam. Misalnya, apabila dibarengi dengan minuman keras dan ada campur tangan jin yang sifatnya gaib.

Terlebih kecuali pemainnya hingga kesurupan. Sebab kata dia, hal itu artinya menghalau kesadaran manusia secara sengaja dan memahami bertentangan dengan maqashid asy-syari’ah (tujuan syariat) yakni hifdzu-‘aql (perlindungan pada akal manusia).

“Kecuali dikerjakan dalam situasi darurat atau lil-hajat layaknya anestesi untuk operasi atau pengobatan, maka dibolehkan,” ujar Muhibbin.

Leave a Reply

Created By indonesia arkeologi | Creative By indoarkeologi
indoPusaka