Pusaka Adiluhung Orang Jawa
indoarkeologi.xyz – Benda pusaka tak terlepas berasal dari narasi sejarah, terlebih keris. Gardner di dalam Musadad (2008) menyebutkan, keris merupakan pertumbuhan berasal dari senjata penusuk terhadap era prasejarah.
Musadad menambahkan, waktu itu alat penusuk terbuat berasal dari tulang atau sengat ikan pari yang dibalut bersama dengan kain sebagai tangkainya.
Namun, pendapat Gardner dibantah oleh Harsrinuksmo terhadap artikel berjudul Melacak Asal-Usul Keris dan Peranannya di dalam Sejarah Nusantara ditulis Mahyudin Al-Mudra.
Menurut Harsrinuksmo yang dikutip oleh Al-Mudra mengatakan, teori pertama pendapat berasal dari Gardner memiliki kelemahan karena rutinitas pembuatan keris yang tertua di Indonesia tidak berkembang di kawasan pesisir, tapi di pedalaman Pulau Jawa.
Teori yang ke-2 mengenai asal usul keris telah dikemukakan Griffith Wilkens. Dia menganggap budaya keris baru nampak terhadap abad ke-14 dan ke-15M sebagai pertumbuhan daripada senjata tombak – senjata yang lazim digunakan suku-suku yang tinggal di Asia dan Australia.
Daripada mata lembing itulah lahir style senjata tikam yang lebih pendek, yang kemudian dikenal sebagai keris.
Adapun alasan terjadinya pergantian bentuk daripada tombak kepada keris didasarkan pertimbangan bahawa tombak tidak mudah dibawa, terlebih lagi untuk menyusup hutan. Oleh karena terhadap era itu bahan besi tetap kesulitan dijumpai, maka lembing tombak dicabut daripada tangkainya agar sanggup digenggam (Harsrinuksmo 2004 di dalam Al-Mudra,2009).
Teori yang ketiga mengenainya telah dikemukakan A. J. Barnet Kempers yang perlihatkan bahwa timbulnya rutinitas pembuatan keris di nusantara terpengaruh kebudayaan perunggu yang berkembang di Dongson, Vietnam, kira-kira abad ke-3M.
Dia menduga bahawa keris adalah pertumbuhan kelanjutan daripada style senjata penusuk terhadap zaman perunggu. Senjata tikam zaman itu bersifat menyerupai manusia berdiri terhadap gagangnya, yang menyatu bersama dengan bilahnya (Harsrinuksmo 2004 di dalam Al-Mudra,2009).
Dikenal Sejak Kerajaan Mataram Hindu
Di Jawa, keris telah dikenal sejak era kerajaan Mataram Hindu (Musadad,2008). Namun, sehabis dirujuk prasasti dan gambar terhadap relief di candi-candi di Jawa, sanggup diduga bahwa keris telah dikenali orang Jawa sejak abad ke-5 M.
Pada prasasti batu yang ditemui di Desa Dakuwu, Grabag, Magelang, Jawa Tengah, ditemui relief yang menggambarkan peralatan besi. Prasasti ini dibikin kira-kira tahun 500 M layaknya yang tertera di dalam huruf Pallawa yang manfaatkan bahasa Sansekerta.
Prasasti ini perlihatkan ada sebuah mata air yang bersih dan jernih, terdapat sebagian gambar yang antaranya terdapat trisula, kapak, sabit, kudi dan belati atau pisau yang bentuknya mirip bersama dengan keris (Al-Mudra, 2009).
Pada perkembangannya, keris sebagai senjata dikembangkan kerajaan-kerajaan di Jawa pasca Majapahit runtuh. Hal ini diperkuat oleh Poerwanto R.S. (1990) dikutip Akhmad Arif Musadad (2008) menyebutkan Keris merasa berkembang sejak era Sultan Agung (1613-1645).
Waktu itu raja memberikan perintah agar prajuri yang berprestasi diberi hadiah bersifat keris. Sejak waktu itulah setiap prajurit berusaha mengukir prestasi untuk memperoleh sebilah keris.
Pada era Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat era Hamengkubowono IX, keris diproduksi oleh Sungkowo Harumbrojo, seorang empu yang memiliki keturunan ke-17 empu Kerajaan Majapahit bernama Supadriyo.
Pada artikel berjudul Kisah Sungkowo, Perajin Keris Generasi ke-17 Empu Kerajaan Majapahit menyebutkan Sungkowo Harumbrojo merupakan putra berasal dari Empu Djeno Harumbrodjo dikenal sebagai pengrajin keris ternama di Yogyakarta.
Salah satu karyanya pun dimiliki oleh Hamengkubowono IX. Hal ini menunjukan bahwa era Hamengkubowono IX, produksi keris konsisten dikerjakan hingga akhirnya pelestarian dan produksi keris dikerjakan terhadap waktu ini bersama dengan membangun pusat kerajian keris di sebagian wilayah, salah satunya di Yogyakarta.