Prasasti Warisan Mpu Sindok Raja Mataram

indoarkeologi.xyz – PUSAT Kerajaan Mataram kuno berubah ibu kota berasal dari sisi tengah Pulau Jawa ke sisi timur. Pemindahan ini dilakukan oleh Mpu Sindok, yang naik tahta sebagai raja menukar Dyah Wawa, hingga memindahkan kerajaan yang di awalnya berada di Jawa Tengah.
Semasa menjabat sebagai raja Mataram, Mpu Sindok menguasai lokasi Nganjuk (sebelah barat), Pasuruan (sebelah timur), Surabaya (sebelah utara), dan Malang (sebelah selatan), Mpu Sindok manfaatkan gelar Sri Maharaja Rake Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa (928-947 M).
Saat menjalankan pemerintahannya, Mpu Sindok didampingi seorang Rakai Mapatih Hino yang bernama Mpu Sahasra. Menurut para sejarawan, Mpu Sindok adalah seorang raja yang adil dan bijaksana dan selalu berusaha untuk memakmurkan kehidupan semua rakyatnya.
Mpu Sindok yang menganut agama Hindu itu terlalu melindungi toleransi pada penganut agama lain, dikutip berasal dari “13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa”. Sebagai bukti, Mpu Sindok mengimbuhkan penghargaan Desa Wanjang sebagai sima swatantra kepada seorang pujangga bernama Sri Sambhara Suryawarana yang menulis kitab Buddha aliran Tantrayana, bertajuk Sang Hyang Kamahayanikan.
Di samping itu, Mpu Sindok terlalu mengikuti bidang sejarah. Sebagai bukti, Mpu Sindok meninggalkan banyak prasasti yang berkaitan dengan kebijakan selama jadi raja Medang. Melalui banyak prasasti yang ditinggalkan tersebut, histori kehidupan Mpu Sindok bakal gampang digali dan dilacak oleh generasi sekarang.
Setidaknya ada 9 prasasti yang dikeluarkan oleh Mpu Sindok selama berkuasa di Mataram. Prasasti itu merasa berasal dari Turyan berangka tahun 929 M, yang berisikan keinginan Dang Ayu Sahitya kepada Mpu Sindok, sehingga tanah barat Sungai Desa Turyan dijadikan daerah bangunan suci.
Kemudian, Prasasti Linggasutan kerangka tahun 929 M, yang berisikan Penetapan Mpu Sindok atas Desa Linggasutan (wilayah Rakryan Hujung Mpu Madhura Lokaranjana) sebagai sima swatantra. Penetapan ini dimaksudkan Mpu Sindok guna menaikkan ongkos pemujaan bathara di Walandit pada tiap tiap tahunnya.
Prasasti Gulunggulung tahun 929 M, berisikan keinginan Rake Hujung Mpu Madhura kepada Mpu Sindok sehingga sawah di Desa Gulunggulung dijadikan sima swatantra bagi bangunan suci Mahaprasada di Himad.
Kemudian, Prasasti Cunggrang tahun 929 M, berisikan penetapan Mpu Sindok atas Desa Cunggrang sebagai sima swatantra untuk melindungi makam Rakryan Bawang Dyah Srawana yang dianggap sebagai papa berasal dari permaisuri Mpu Kbi.
Selanjutnya, Prasasti Jruju tahun 930 M, yang menyebut keinginan Rakai Hujung Mpu Madhura kepada Mpu Sindok, sehingga Desa Jrujru di daerah Linggasutan dijadikan sima swatantra untuk melindungi bangunan suci Sang Sala di Himad.
Selanjutnya, ada Prasasti Waharu tahun 931 berkenaan nugerah Mpu Sindok kepada penduduk Desa Waharu yang dipimpin oleh Buyut Manggali. Mereka memperoleh anugerah sebab udah setia menolong melawan musuh negara.