Prasasti Batu Tulis Pajajaran

Prasasti Batu Tulis Pajajaran

Prasasti
Prasasti Batu Tulis Pajajaran

indoarkeologi.xyz – Situs Prasasti Batu Tulis terdapat di desa Batu Tulis, Sukasari Bogor. Situs ini merupakan peninggalan Kerajaan Pajajaran. Prasasti dibuat pada th. 1533M (1455 Saka) oleh Raja Surawisesa (1521-1535M) yang merupakan penerus Kerajaan Padjajaran.

Tujuan pembuatan prasasti ini adalah untuk mengenang kebesaran ayahandanya, yakni Sri Baduga Maharaja atau yang lebih dikenal sebagai Prabu Siliwangi yang memerintah Kerajaan Padjajaran th. 1482-1521M atau 1404-1443 Saka. Kisah mengenai Batutulis dikupas Saléh Danasasmita di tulisannya, Nyukcruk sajarah Pakuan Pajajaran jeung Prabu Siliwangi. Bandung Kiblat Buku Utama dan Wikipedia.

Di komplek Prasasti dijumpai antara lain Batu Tapak (bekas telapak kaki Prabu Surawisesa), meja batu bekas daerah sesajen pada tiap-tiap perayaan, batu bekas sandaran tahta bagi raja yang dilantik, batu lingga dan lima buah tonggak batu yang merupakan punakawan (pengiring-penjaga-emban) dari batu lingga.

Batu lingga ini adalah bekas tongkat pusaka kera­jaan Pajajaran yang melambangkan kesuburan dan kekuatan. Sekitar 200 mtr. dari komplek Prasasti, yakni di daerah Panaisan yang merupakan bekas alun-alun kerajaan Pa­jajaran terhitung mampu ditemui 4 buah daerah batu.

Keempat daerah tersebut adalah patung Purwakali, Gelak Nyawang, Kidang Pinanjung dan Layung Jambul yang kanan masing-masing adalah Mahaguru, pengawal, dan pengasuh Prabu Siliwangi.

“Sayangnya saat ini patung batu ini telah tak ada kepalanya. Dicuri orang ,”ungkap juru kunci situs, Maemunah.

Kekuatan dan keagungan Prabu Siliwangi dipercaya bersemayam di dalam Batu Tulis supaya menambahkan pemberian pada negara dari serangan musuh dan memberi kapabilitas pada Raja yang memerintah.

Kekuatan yang dimaksud adalah kapabilitas batin Prabu Siliwangi bersama para raja-raja terdahulu yang konsisten menaungi dan memelihara kerajaan bersama energi cinta dan kasih.

Makna tersirat dari prasasti Batu tulis yang sebenarnya adalah merupakan ‘harta karun’ peninggalan Kerajaan Padjajaran yakni sebuah ‘pengajaran luhur’ dari Prabu Siliwangi mengenai pembawaan dan pembawaan : Silih Asih – Asah – Asuh. Saling mengasihi atau mencintai, saling mengasah bersama aktif berdiskusi bertukar pikir, dan saling mengasuh isikan dalam kehidupan.

“Inilah yang harusnya dipahami dan dilaksanakan sebagai anak bangsa yang sesungguhnya,”katanya.

Batu tulis merupakan daerah penobatan raja-raja Pajajaran terhitung Prabu Siliwangi (1482-1521). Siliwangi dari kata Asilih Wewangi atau bergeser nama.

Prabu Siliwangi bergelar Prabu Guru Dewata Prana. Kemudian dinobatkan lagi untuk ke dua kali bersama gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaransri Sang Ratu Dewata.

Saat berkuasa, Prabu Siliwangi membangun parit dan benteng Pajajaran (sekarang bekasnya mampu diamati di belakang asrama Pusdikzi Lawang Gintung.

Peninggalannya lainnya adalah menyebabkan peringatan bersifat gegunungan, hutan Samida, telaga Rena Naha Wijaya yang terkenal bersama Lubuk Sipatahunan (bekasnya di dalam Kebun Raya Bogor).

Batu Tulis dibuat semasa Suwawisesa, putra Prabu Siliwangi (1521-1535) disaat berkuasa. Prasasti ini dipersembahkan untuk mendiang ayahnya untuk membanggakan silsilah dan juga kebesaran karya ayahnya.

Ketika itu, kawasan Batu Tulis dipergunakan untuk upacara agama, supaya Sri Baduga Maharaja yang dianggap bersemayam dalam lingga (lambang kesuburan) tanda kekuasaanya mampu memelihara negara yang diancam musuh.

Di kawasan Batu Tulis terdapat 15 buah peninggalan bersifat batu dari style batu terasit yang terdapat di selama aliran Cisadane. Enam batu di dalam cungkup, satu batu di teras dan delapan batu di bagian luar.

Satu batu, Batu Gigilang telah diambil tentara Banten disaat menyerang Pajajaran. Batu ini sebagai daerah duduk untuk upacara penobatan raja.

Diambilnya Batu Gigilang ini bermakna politis. Setelah diambilnya batu daerah penobatan raja Pajajaran, maka tidak bakal ada lagi penobatan Raja di Pajajaran.

Komplek Prasasti Batu tulis mempunyai luas 17X15 m. Batu Prasasti bersifat sebuah batu berwar­na hitam, bersifat kerucut bersama puncak terpancung dan kakinya berlekuk-Iekuk.

Ukuran tinggi 151 cm, lebar bagian basic 145 cm, dan tebalnya antara 12 – 14 cm. Pada batu ini berukir kalimat-kalimat bersama huruf Sun­da kawi. Besar aksara itu sendiri kurang lebih 3 x 3 cm, berwarna keputihan.

Kalimat prasasti berbunyi, “Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun, diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu hajj di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata pun ya nu nyusuk na pakwan diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang, ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyanl sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi .

Artinya , “Semoga selamat, ini tanda peringatan (untuk) Prabu Ratu almarhum Dinobatkan dia bersama nama Prabu Guru Dewataprana, dinobatkan (Iagi) dia bersama nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dialah yang menyebabkan parit (pertahanan) Pakuan.

Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kencana yang dipusarakan ke Nusa Larang. Dialah yang menyebabkan tanda peringatan bersifat gunung-gunungan, menyebabkan undakan untuk hutan Samida, menyebabkan Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam Saka 1455.”

Created By indonesia arkeologi | Creative By indoarkeologi
indoPusaka