Praktik Pesugihan di Balik Kilau Ladang Emas

Praktik Pesugihan di Balik Kilau Ladang Emas

Praktik
Praktik Pesugihan di Balik Kilau Ladang Emas

indoarkeologi.xyz – Cerita soal tambang emas ilegal di Provinsi Jambi, seakan tak tersedia habisnya. Mulai berasal dari banyak korban jiwa, rusaknya ekosistem sampai cerita mistis para pendulang emas tradisional di area itu.

Sebelas gundukan batu tak jauh berasal dari pinggir sungai di Desa Simpang Parit, Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin, Jambi, pun jadi penanda momen mengerikan terhadap 24 Oktober 2016. Saat itu, 11 penambang emas tradisional tewas tertimbun longsor di lubang sedalam 50 mtr. lebih. Ironisnya, 11 korban tersebut tak dapat dievakuasi karena sulitnya medan dan juga kondisi usai kejadian.

Pada Oktober 2016, Manajer Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi, Rudi Syaf yang sepanjang ini hiraukan di bidang lingkungan mengatakan, tersedia beberapa area di Jambi yang dikenal luas jadi “lumbung” emas. Di antaranya Kabupaten Sarolangun, Merangin, beberapa wilayah Kerinci, Bungo, dan Tebo.

Penambangan emas secara tradisional terhitung sudah berlangsung lama. Bahkan sejak zaman nenek moyang. “Inilah kenapa banyak penambang berasal dari beraneka area singgah ke sini (Jambi) untuk menambang (emas),” ucap Rudi.

Adapun kisah miris tiga warga Kecamatan Suko Lilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah beberapa selagi selanjutnya jadi bukti, bahwa mendulang emas jadi keliru satu jalan memperoleh kekayaan bersama dengan cepat. Tak jarang, sejumlah penambang emas ilegal nekat merintis lelaku gaib demi mendapat pundi-pundi emas.

Tumbal Darah sampai Nyawa

Panggil saja namanya Uda Akhmad. Lelaki 40 tahun asal Pariaman, Sumatra Barat ini menceritakan pengalamannya dua tahun merintis lelaku gaib demi memperoleh bongkahan emas di Kabupaten Tebo, Jambi. Pria anak dua ini mengaku pernah bekerja sebagai penambang antara tahun 2008 sampai 2010 di area Tanjung, Kecamatan VII Koto, Kabupaten Tebo.

Menurut Uda Akhmad, ia awalannya diajak keliru satu saudara sepupunya yang sudah terutama dahulu berprofesi sebagai penambang. Tekanan ekonomi hidup di kampung mendorong Akhmad merantau ke Jambi mengikuti jejak sepupunya sebagai penambang emas tradisional.

“Awalnya aku kerja sama dia (sepupu),” ujar Uda Akhmad yang selagi ini pilih hidup berasal dari berjualan nasi Padang di kawasan Pasar Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Saat dirinya singgah pertama kali, di area tempatnya menambang sudah ratusan warga yang datang. Baik itu warga lokal maupun berasal dari luar provinsi. “Kalau berasal dari Jawa itu kebanyakan berasal dari Pati atau Jawa Timur,” tutur Akhmad.

Sebagai penambang pemula, Akhmad murni hanya memperoleh pendapatan berasal dari sepupunya. Untuk ukuran tahun 2008 Akhmad mengaku pendapatannya tergolong kecil bila dibanding penambang lainnya. “Saya hanya melok (ikut) saja. Jadi dapatnya dikit, paling banyak satu jutaan per minggu,” ujar dia.

Hari ke hari, minggu ke minggu sampai bergeser bulan, Akhmad menjadi tahu rahasia para penambang sehingga memperoleh emas bersama dengan cara cepat. Awalnya terdengar aneh, namun kenyataan yang dilihat Akhmad tak dapat ia pungkiri. Banyak penambang senang merintis lelaku gaib demi jalan pintas memperoleh emas.

“Banyak, bukan aku saja. Ada yang ke dukun, tersedia yang sampai memberi tambahan sesajian,” tutur Akhmad.

Suatu malam di tahun 2009, Akhmad nekat menemui seseorang yang dianggap sakti dan punya kekuatan spesifik terutama membantu perburuan emas. Saat bertemu sang dukun, Akhmad mengaku diberi sejumlah pilihan sehingga usahanya melacak butiran emas jadi enteng dan pastinya cepat.

Namun, bagi Akhmad pilihan itu tidak lah mudah. Harus tersedia yang dikorbankan atau biasa disebut tumbal sehingga ikhtiarnya merintis lelaku gaib terlampau terlaksana. “Tumbalnya macam-macam, tersedia yang minta darah, sampai minta nyawa. Ini yang berat,” kata Akhmad.

Semakin berat tumbal yang diberikan. Maka makin lama banyak emas yang nantinya dapat diperoleh. Akhmad yang awalannya bimbang akhirnya pilih mengurungkan niatnya merintis lelaku gaib bersama dengan tumbal nyawa. Pria berawakan tambun ini masih memiki rasa cemas dapat balasan bila merintis lelaku gaib.

Menurut Akhmad, sampai selagi ini, satu sepupunya tersebut masih aktif sebagai pemburu emas di Kabupaten Tebo. Banyak koleganya yang dinilai berhasil secara ekonomi sesudah menambang emas tradisional. Mulai berasal dari membeli tanah, membangun rumah atau membeli motor dan mobil.

“Tapi itu tadi, banyak yang memanfaatkan dukun dan tumbal juga,” ucap Akhmad.

Tak betah tinggal di hutan area pedalaman, belum kembali ancaman longsor maupun razia aparat membuat Akhmad pilih merantau ke Pulau Jawa. “Kalau jadi penambang kesusahan bawa keluarga. Akhirnya aku pindah ke sini (Kabupaten Bekasi) jualan nasi,” Akhmad memungkasi.

Praktik Jual Beli Tanah

Saking sulitnya memberantas penambangan emas liar di Jambi, Gubernur Jambi, Zumi Zola berencana melegalkan penambangan emas liar di daerahnya.

“Masih dikaji dan tersedia pemerintah area dan juga kementrian yang memberi tambahan izin ruang,” ujar Zumi Zola di Jambi, Kamis, 22 Desember 2016.

Menurut Zola, penerbitan WPR tidak dan juga merta segera diberikan, melainkan harus lewat pengkajian dan juga penelitian yang melibatkan beraneka pihak.

Sebelumnya di dalam sebuah pertemuan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) di Jambi Oktober 2016 selanjutnya terungkap bagaimana praktik distribusi alat berat sampai jual membeli tanah untuk kawasan penambangan emas liar.

Dalam pemaparannya, Wakil Bupati Merangin, Khafied Moein menyebut, tersedia 156 unit alat berat style eskavator bertebaran di sejumlah titik mengeruk sungai yang terdapat emas. Tak hanya itu, para pemodal lebih-lebih berani membayar lahan atau tanah yang tersedia di pinggir sungai seharga Rp 25 juta sampai Rp 30 juta per hektare.

“Dalam jual membeli tanah itu, tersedia perjanjian, pemilik modal dapat mengembalikan tanah yang dibeli berasal dari penduduk sesudah selesai ditambang,” Khafied mengungkapkan.

Untuk memberantas praktik ilegal itu, Khafied mengaku terkendala dana di samping terhitung godaan pundi duit yang membuat penduduk condong membela kesibukan penambangan emas liar. Pemkab Merangin untuk alokasi tim terpadu hanya menganggarkan Rp 250 juta. Sementara untuk sosialisasi hanya Rp 80 juta.

“Anggaran tersebut belum cukup, mengingat wilayah penambangan jauh dan susah di jangkau,” kata Khafied.

Cerita miris terhitung meluncur berasal dari mulut Penjabat (Pj) Bupati Sarolangun, Arief Munandar. Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) ini mengungkapkan, tersedia sekitar 130 unit eskavator tengah repot mengeruk lahan di kawasan hutan lindung di Kabupaten Sarolangun untuk melacak emas.

Ironisnya, berasal dari sekian banyak wilayah beberapa besar warga justru condong pro-penambangan. “Di Sarolangun baru tersedia dua desa yang menolak aksi penambangan emas liar yaitu di Desa Lubuk Gerodong dan Muara Cuban, Kabupaten Batang Asai,” tutur Arief.

Salah satu upaya Pemkab Sarolangun adalah bersama dengan memutus rantai penyaluran bahan bakar minyak (BBM) untuk alat berat yang sudah merambah kawasan hutan lindung di area Dusun Manggis.

Sementara di Kabupaten Bungo, kesibukan penambangan emas liar lebih-lebih sudah merambah kawasan Bandara Muarabungo di Kota Muarabungo. Bupati Bungo, Mashuri menyebutkan, berasal dari hasil razia sudah tersedia 30 mesin penambang atau biasa disebut dompeng dibakar aparat.

Bagi Mashuri, kesibukan penambangan emas liar di Bungo sudah bukan kembali melacak nafkah atau sekedar melacak makan. Sebab, harga satu unit mesin dompeng saja paling murah Rp 30 juta sampai Rp 150 juta perunit. Mashuri terhitung mengakui tersedia aparat TNI, Polri maupun Satpol PP yang ikut “bermain”.

Menurut Mashuri, razia saja dinilai tidak lumayan di dalam memberantas penambangan emas ilegal. Namun terhitung prinsip bersama dengan menjadi berasal dari penduduk sampai aparat dan pemerintah. Sebab, samasekali sudah tersedia pakta integritas berasal dari para rio atau kepala desa selagi dilantik, masalah baru muncul. Yakni, teror berasal dari sejumlah penambang kepada penduduk dan kades.

Sementara itu, Penjabat (Pj) Bupati Tebo, Agus Sunaryo menyebutkan, total alat berat penambang emas liar yang tersedia di daerahnya capai 165 unit. Jumlah itu menurun berasal dari tahun pada mulanya terhadap 2015 yang capai 330 unit ekskavator.

Agus terhitung mengakui, tersedia beberapa oknum aparat yang terlibat di dalam jaringan penambangan emas liar di Tebo. Bahkan tersedia oknum yang tengah disidik karena diduga jadi beking dan pemodal kesibukan ilegal tersebut.

“Namun belum dapat kita ungkap karena masih penyelidikan,” ujar Agus.

Created By indonesia arkeologi | Creative By indoarkeologi
indoPusaka