Membongkar Seks Bebas Berkedok Ritual Pesugihan

indoarkeologi.xyz – Kawasan wisata Gunung Kemukus di Sragen, Jawa Tengah, menjadi lokasi yang ramai dikunjungi wisatawan, khususnya terhadap selagi ritual Jumat pon. Diperkirakan ada sekitar 3.000 pengunjung memadati lokasi ini.
Para wisatawan yang singgah dari berbagai daerah miliki obyek khusus, yaitu untuk melakukan pesugihan di Gunung Kemukus. Namun di balik kunjungannya itu, mereka justru asyik melakukan seks bebas.
Ziarah kebanyakan dijalankan wisatawan di depan makam Pangeran Samudro. Makam ini dianggap keramat bagi penduduk sekitar. Namun, para pengunjung percaya, apabila mengidamkan pesugihannya lancar harus melakukan pesta seks di daerah ini.
Seorang wanita paruh baya mengaku, ritual di lereng Kemukus telah dilakoninya sejak puluhan tahun silam. Maklum, katanya, di situ dia bisa meraih kelancaran rizki dan diberi kemakmuran lainnya.
Banyak ritual dijalankan perempuan berusia 40 tahun ini disaat di makam keramat. Salah satunya mandi kembang di Sendang Ontrowulan, usai berdoa.
Usai mandi kembang ini, kebanyakan ritual seks dapat dimulai. Dia mengaku, sempat melakukan hal itu sebagai syarat supaya doanya diloloskan melalui perantara makhluk gaib di makam Pangeran Samudro.
“Ya sempet begituan. Tapi kan aku memanfaatkan jasa (berhubungan badan) orang sana. Katanya enggak boleh memanfaatkan jasa dari suami sendiri,” ujar wanita yang enggan disebutkan namanya selagi berbincang bersama merdeka.com, Senin 24 November 2014 silam.
Menurut dia, ritual nyeleneh itu dilakoninya selama tujuh kali berturut-turut terhadap Kamis Pahing, Jumat Pon, Jumat Kliwon dan selagi Malam 1 Suro tiba. Ritual seks selama tujuh kali harus dijalankan bersama pria yang sama selagi pertama kali terkait badan dengannya.
Ritual seks bebas di Gunung Kemukus Sragen, Jawa Tengah, sempat menjadi sorotan dunia lantaran dipublikasikan seorang pewarta asal Australia. Hasilnya, memang ditemukan adanya aktivitas prostitusi berkedok mencari sugih.
Dugaan adanya cari beruntung didalam ritual seks terhitung diungkapkan lima mahasiswa UGM. Mereka adalah Fitriadi, Melfin Zaenuri, Rangga Kala Mahasiswa, dan Surya Aditya, dan Taufiqurahman.
Dalam penelitiannya, mereka mengutarakan fakta di balik mitos ritual seks di Gunung Kemukus. Disebutkan, ritual seks itu sengaja diciptakan oleh oknum khusus peranan mendongkrak bisnis prostitusi.
“Berdasar penelitian kami, mitos ritual seks memang sengaja diciptakan oleh sebagian oknum khusus atau agen untuk keperluan ekonomi,” ujar Taufiqurahman, keliru seorang peneliti.
Terdapat dua versi mitos untuk para peziarah makam Samodro. Pertama, bersumber dari juru kunci makam. Juru kunci kebanyakan perlihatkan bahwa berziarah ke Makam Pangeran Samudro harus bermaksud lurus dan suci bahkan melarang para peziarah melakukan ritual seks.
Sedangkan versi ke dua bersumber dari orang luar. Dari sini, mereka justru mengharuskan para peziarah melakukan ritual seks. Itu harus dijalankan apabila peziarah mengidamkan doanya terkabul.
“Versi ini diwacanakan oleh pemilik warung dan jasa penginapan yang sekaligus sedia kan perempuan pekerja seks untuk keperluan ekonomi,” ujar Taufiqurahman.
Diduga mitos versi kedua untuk menggairahkan bisnis prostitusi di Gunung Kemukus supaya konsisten berjalan. Apalagi selama ini, perputaran rupiah didalam bisnis prostitusi tersebut tergolong besar.
Dari catatannya, objek wisata Makam Pangeran Samodro di Gunung Kemukus tiap tahun menyumbang sekitar Rp 190 juta untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sragen berasal dari retribusi. “Tiap tahun ada sekitar 30.000 orang yang mengunjungi makam tersebut.”
Karena besarnya perputaran rupiah itu, memicu wacana ritual seks di Gunung Kemukus dapat konsisten diproduksi. Sehingga, apabila tidak ada wacana tandingan terhadap mitos ritual seks, praktik prostitusi terselubung tersebut dapat makin berkembang.
Perkembangan itu bisa berimplikasi terhadap sosiologis layaknya perdagangan manusia. “Praktik ritual seks dapat makin marak, karena itu pula keperluan terhadap PSK dapat makin banyak,” terang Taufiqurrahman.
Bikin Malu di Mata Dunia Internasional
Ritual nyeleneh di Gunung Kemukus, Sragen, menyedot perhatian Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Menurut dia, wewenang penutupan praktik prostitusi berkedok ritual merupakan kewenangan Bupati.
“Ketika orang bertanya ke aku memang komparasinya tidak apple to apple. Kalau itu kewenangan provinsi dan dikasih kewenangan layaknya Pak Ahok telah aku beresin dari kemarin. Tapi ini kan layaknya Dolly ya, Dolly kan yang nutup bukan gubernur tapi koordinasi,” kata Ganjar usai acara pengarahan Presiden Joko Widodo kepada para gubernur di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Senin (24/11/2014).
Ganjar mengatakan, dirinya telah melakukan koordinasi bersama Bupati Sragen dan mengemukakan pandangannya kepada Bupati Sragen bahwa sebaiknya praktik prostitusi berkedok ritual di Gunung Kemusuk itu segera ditutup.
“Karena itu prostitusi dan memadai berbahaya. Bahaya itu ya kami berkata dari segi kesehatan, moralitas, macem-macem lah,” tutur Ganjar.
Ganjar menegaskan, harus ada pembalikan ke obyek awal daerah tersebut sebagai daerah ziarah. “Kalau ziarahnya silakan, menurut aku harus ada saat ini mengalihkan didalam rel ziarah, bukan bersama ajaran sesat prostitusinya,” ucapnya.
Ia pun mengaku malu daerah tersebut menjadi sorotan media-media asing. “Sampai luar negeri tahu, malu lah,” tutup Ganjar.
Imbauan Ganjar lansung ditanggapi Pemerintah Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Tempat penginapan dan karaoke di sekitar kawasan ziarah Gunung Kemukus ditertibkan terhadap akhir November 2014. Sebanyak 69 daerah karaoke dan 158 PSK yang selama ini ada dilarang beroperasi.
Hasil penertiban ini begitu terasa. Suasana yang nampak ramai terhadap Jumat Pon, kini menjadi menjadi berbeda.
“Dulu terkecuali malam Jumat Pon atau malam Jumat Kliwon biasa meraih 3 ribu orang. Tapi malam Jumat Pon tempo hari hanya 1.099 pengunjung,” ungkap Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pariwisata Kecamatan Sumberlawang, Marcello Suparno kepada merdeka.com.
Akibat adanya praktik asusila ini, dilaporkan ada 12 warga sekitar Gunung Kemukus terjangkit virus Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Hal ini mengagetkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
“Saya bisa laporan dari Dinas Kesehatan Pemkab Sragen terkecuali ada 12 orang terkena penyakit AIDS di sana,” ungkap Ganjar usai menggelar doa tahlil di depan Makam Pangeran Samudro di Kawasan Gunung Kemukus, Kabupaten Sragen, Jateng, Kamis (8/6/2017).
Dia mengungkapkan, ke-12 orang itu merupakan warga pendatang dan bukan warga asli Gunung Kemukus. Menurut dia, hal ini perlihatkan bahwa pelaku ritual seks menyimpang yang berkedok ziarah di Makam Pangeran Samudro adalah warga luar lokasi Sragen.
“Pendatang. Ada orang dari lokasi Pantura. Yang stay di sini, mohon maaf di antara itu yang ‘jualan’ (menggelar praktik prostitusi berkedok ziarah) di sini itu pendatang,” bebernya.
Ganjar mengaku telah menghendaki Pemkab Sragen untuk melakukan pendampingan dan merubah Kawasan Gunung Kemukus menjadi kawasan wisata murni religius.
“Pemerintah Sragen telah positif memicu langkah awal dan mudah-mudahan pelan-pelan kami dapat kerjakan. Kalau harus perlindungan provinsi nanti kami kerjakan. Selain itu terhitung ini bukan soal kawasan saja tapi terhitung mental spritual supaya harapan kami mereka bisa kami (Pemprov Jateng) switch, kami dampingi,” terangnya.
Ganjar mengatakan, upaya proses merubah budaya itu harus dijalankan secara bertahap. Menurut dia, terkecuali penduduk sekitar telah sadar semuanya maka penegakan hukum dan pelarangan prostitusi harus terlalu ditegakkan oleh pemerintah setempat.
“Mungkin pendekatan itu yang harus dilakukan. Ya terkecuali telah dijalankan bertahap terus-terus kan bagus. Terakhir terkecuali penduduk telah terima bagus, penegakan hukumnya penduduk harus menjadi kenceng,” ujarnya.
Ganjar menambahkan, dirinya optimis gara-gara upaya merubah budaya dan merubah kawasan wisata Gunung Kemukus di Kabupaten Sragen tidak seberat menyingkirkan praktik prostitusi di daerah lain. Seperti yang dijalankan Wali Kota Surabaya Tri Risma Harini yang berhasil menutup Kawasan Lokalisasi Dolly di Kota Surabaya, Jatim.
“Artinya ini tidak separah kompleks lokalisasi kan. Kan ini mestinya lebih gampang. Kita bisa lebih belajar dari Surabaya, khususnya di Dolly kan,” pungkas Ganjar.